Tampilkan postingan dengan label Pojok Literasi Mahidaku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pojok Literasi Mahidaku. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 April 2021

SEINDAH TAKDIR CINTA JUMINAH BAGIAN KE 20

 

Cover Novel Juminah

BAGIAN KE-20

PENERBANGAN

 

Terdengar azan subuh, kami pun segera bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi, lalu kemudian mengisi perut dengan nasi uduk yang sudah disiapkan oleh sponsor. Setelahnya, kami langsung menuju mobil yang standby di halaman kantor.

Hari ini, aku, Nur, dan juga Kak Yusi yang berasal dari Cianjur. Keberangkatan kita sama.  Aku dan Nur hanya mengikuti langkah Kak  Yusi, karena dia memang sudah punya pengalaman ke Saudi, sampai pada kami berada di pesawat, yang membawa ke Collombo, translet Srilanka, dari Srilanka menuju Airport Riyadh Saudi Arabia.

 Aku memilih tidur di pesawat, karena aku memang tidak mau melihat ke arah luar jendela, yang hanya akan membuatku merindu segala tempat yang sering kali aku datangi. Sesekali aku terbangun, jika ada seorang pramugari yang memberikan attention, ataupun menawarkan makan dan lain sebagainya. Tapi aku juga tidak bisa tidur, karena aku memikirkan, bagaimana majikan aku, seperti apa pekerjaannya, dll.

Tiba pada attention selanjutnya. Bahwa ternyata pesawat akan segera landing. Setelah kami masuk, diperiksa, dan sebagainya, kami lalu, mencari Babah yang katanya sudah menunggu. Hanya Kak  Yusi yang menjadi penghubung antara Babah yang masih di Indonesia dan Babah yang katanya akan menjemput kami di bandara.

Mencari gate/ pintu keluar yang dimaksud. Setelah kami duduk sebentar dan menunggu. seseorang menghampiri dan menanyakan nama kami masing-masing. Selanjutnya ia memperkenalkan. Saya babah kamu (majikan kamu, ya Jumainah) katanya. Dia tidak bisa memanggilku Juminah. Melainkan Jumainah. Mungkin lisan Orang Saudi beda kali ya? But it’s ok dalam batinku.

Kali ini aku sedikit merasa tenang, karena sudah sampai tujuan dengan selamat, namun tetap saja. Belum lengkap sepertinya jika belum bertemu dengan keluarganya.

Pukul 02.00 pagi kami sudah sampai di rumah Babah Hasan, rumah majikanku. Jarak dari airport ke rumah ternyata dekat hanya 10 menit sampai. Lalu kami diperkenalkan dengan istrinya. Dia menyebutkan namanya Mamah Miznah. Lalu kami langsung disuruh istirahat.

Aku dibawa ke kamar yang di situ sudah ada Orang Philipina, sedangkan Yusi dan Nur ditempatkan di kamar yang lain. Keesokan harinya, aku bangun, Nur dan Yusi sudah tidak ada. Salah satu dari mereka 3 orang philipine itu memberi tauku bahwa Nur dan Yusi sudah diantar ke majikannya masing masing.

Mereka di To’if. Jelasnya dengan bicara bercampur Bahasa Inggis dan Bahasa Arab seraya memperagakan. Oh my god, ternyata teman kerjaku Philipina semua. Bagaimana aku bicara dengan mereka? Langkah pertama, aku harus mau sedikit sedikit belajar Bahasa Inggris karena dari semenjak sekolah dasar sampai lulus SMK pun aku tidak tertarik dengan english language.

Mereka memperkenalkan nama mereka masing masing. “Ana Suraida, Fatimah, and Brenda.” Menyebutkan nama mereka, kemudian menunjukan padaku, ruangan mana saja yang menjadi bagianku setiap pagi karenaa rumah ini sangat besar ada 4 lantai yaitu nomor 0,1,2, dan 3. Kebetulan tugasku, di nomor 0,  yang mana di lantai paling bawah ini terdiri dari ruangan bermain, ruangan penyimpanan barang, atau biasa disebut stock room, Bahasa Arabnya مخزن/makhzan. Selanjutnya ada ruangan jika ada tamu laki- laki.

Ada 3 ruangan sebelahnya, masih di lantai 0, dibersihkan setiap harinya oleh Fatimah. Yang mana, ada stock room juga, office Babah, dan juga ruangan bermain. Aku juga punya tugas di lantai nomor 2 yang mana terdiri dari kamar tidur semua.  Sedangkan lantai nomor 1 dan 3 setiap harinya dibereskan oleh Brenda. Begitu pun dengan Fatimah yang punya tugas sama sepertiku. Ia juga bertanggung jawab di lantai nomor 2, yang aku tidak mengertinya, mengapa  rumah ini seperti terbagi 2. Tapi menyatu. Hanya terhalang pintu-pintu saja.

Ketika jadwal makan tiba, aku sontak kaget. Wow, ternyata keluarga besar. Yang aku pertanyakan wanita dewasa yang baru kali ini aku lihat, siapa? Melihatku seperti bingung. Fatimah menjelaskan tanpa aku bertanya dahulu. Babah have 2 wife and wife nomor 2 have 3 baby dan seterusnya.

Beberapa menit kemudian yang membuatku bertambah bingung adalah saat Mamah Miznah menyuruhku ke Rumah Reem. Siapa Reem?? Batinku. Lalu, Brenda mengajariku bagaimana bekerja di Rumah Reem ini. Sesekali aku disuruh menemani baby juga. Mengajak bermain, memberi makan, dan lain sebagainya.

Lama kemudian, setelah aku bisa berbahasa arab, sedikit sedikit english. Aku jadi lebih banyak bicara. Tidak seperti dulu. Yang lebih memilih diam. Karena tidak paham  apa yang dibicarakan tentunya. Setelah aku pahami bahwa ternyata reem ini adalah menantunya Mamah Mizna, tapi aku lebih sering bekerja di rumahnya.

Kadang aku bertanya pada taqdir, mengapa  kok sepertinya aku bekerja lebih banyak. Ditambah lagi. Aku yang selalu disuruh menjaga anak anak pula. Ketika aku ingin berbagi pada siapakah??? Di sini tidak ada orang Indonesia, hp pun cuma nokia jadul karena memang tidak diperbolehkan hp camera.

Aku hanya bisa menulis segala sesuatunya di novel. Beberapa bulan kemudian, salah satu teman yang dari Dammam akan ke Riyadh. Lalu 2 temanku membeli hp Samsung kecuali Fatimah dan aku tidak karena takut ketahuan dan akhirnya bermasalah.

Tapi pada akhirnya, tidak aku pungkiri. Aku pun sesekali meminjam hpnya untuk membuka facebook karena aku sangat merindu. Setidaknya, aku bisa melihat foto-foto orang yang aku sayangi di album fb aku. Ketika baru aku membuka messenger, ada sms masuk dari Ibnu. Ibnu itu kekasih sahabatku Nur, mereka kenal waktu masih di PT. Tapi Ibnu sudah hampir 2 tahun di Madinah. Dia kerja di caffe. Mereka dikenalkan oleh suaminya Kak  Ai, teman waktu di PT. Aku langsung membaca inbok tersebut.

 “Jum, gimana kabarnya Nur? tanya Ibnu.”

“Emang gak ada kabar ke kamu?”

 “Terakhir dia sms pas mau penerbangan dan sampai sekarang, sudah 4 bulan gak ada kabar ke aku,  timpal Ibnu.”

 “Aku juga tidak tau, karena aku juga baru sekarang bisa buka facebook karena pinjem hp teman. Ini pun kita ngumpet ngumpet. Sepertinya, Nur pun gak pegang hp, semoga sehat aja.”

 “Bagaimana atuh kalau gak ada kabar seperti ini?”

 “Saling mendo’akan saja, kalau jodoh nanti juga ketemu di pelaminan. Heee.”

“Yeeee.....”

 “Anyway, itu siapa yang di fb kamu?”

 “Mengapa , guanteng yaa?”  heee…

 “Mmm.. sepertinya, santri?”

 “Memang, santri teu anggeus (tidak  selesai). Dia teman, Orang Rangkas juga sama seperti Jum, tapi dia beda caffe sama aku.”

“Oh, yaa?”

 “Mengapa  emang Jum?”

“Pengen kenal saja. Siapa namanya?”

 “Mhaetamy, biasa di panggil Tami. Tapi dia sudah punya pacar Jum, tapi gak tau juga, itu kan cerita ia dulu. Sekarang udah lama gak ketemu sama Tami. Nanti aku kenalin. Mana, kirim nomor kamu Jum”

 “(+966..) “

Aku lagi kebetulan saja ini, teman mau pinjemin hp, kamu kalau ada perlu langsung tlpn /sms ke no. Aku saja ok.. see you.. wassalam.

Selanjutnya, aku segera keluar dari fb  dan mengembalikan hp kepda pemiliknya, bahkan akupun belum sempat memeriksa sms selanjutnya. Karena yang punya hp nya memang sudah sangat sangat menunggu dari tadi. Aku hanya sempat bikin status singkat.

    “Aku percaya bahwa rencana Allah tetaplah yang terbaik, dan aku juga percaya bahwa, setelah tetesan air mata akan muncul seulam senyum kebahagiaan. Lalu aku masukan foto yang aku edit bersama Adika Munajat, yang saat ini masih di pesantren.”

Status itu mewakili dari segala perasaan yang aku rasakan saat ini. Rinduku, sedihku, lelahku, kesendirianku, bahkan terkadang aku marah. Ketika aku merasa ini tidak seimbang. Tapi apa mau dikata. inilah takdirku dan aku harus berpegang teguh pada sesuatu yang telah aku yakini kebenarannya.

Sabtu, 03 April 2021

SEINDAH TAKDIR CINTA JUMINAH BAGIAN 18,19,20

 

COVER NOVEL JUMINAH

BAGIAN KE-18

PROSES

 

Pagi yang cerah, mengiringi hati yang bercampur arah. Avanza sudah menunggu di halaman rumah. Aku dan Nur hanya diantar oleh ayah kami masing-masing ke PT. Ibu  menghampiriku ketika aku hendak masuk ke mobil. Ia memelukku dengan begitu erat disertai  isak tangisan yang membuat aku hampir lemah dan terbawa arah, seolah air matanya memohon padaku, untuk tidak melangkah.

Baru kali ini, aku merasakan sentuhan ibu yang selama ini, yang kutahu ibu cuek-cuek saja padaku. Bahkan tidak aku pungkiri, aku malah sering membuat hatinya terluka, hanya karena kesalahpahaman. Setelah sepersekian menit, aku melepaskan pelukan ibu dengan lembut, meletakan ibu jariku di wajahnya. Menghapus air matanya. Menatap wajah seorang wanita yang telah melahirkanku dan membesarkanku ini. Aku berkata padanya,  “Percayalah Bu, anakmu ini akan kembali dengan selamat dan menginjakan kakiku kembali di sini, dengan membawa perubahan.” Aku mencium kedua tangan wanita yang ada dihadapanku ini, lalu bergegas masuk ke mobil.

***

Jika boleh, aku berterus terang, aku rasa tidak ada satu anak pun yang mau jauh dari keluarganya. Tidak ada orang yang mau hidup susah, apalagi sampai merantau ke nagara lain yang ia sendiri tidak tahu pasti nasibnya nanti entah akan bagaimana dan seperti apa. Bernasib baikkah atau sebaliknya. Tapi aku juga yakin, bahwa Allah, maha mengetahui segala niat. Aku yang bukan berambisi untuk mengejar dunia. Harapanku hanya satu saat ini. Membahagiakan orang-orang yang aku sayangi terutama itu adalah keluarga.

 

Setelah sampai di kantor, ayahku juga ayah Nur kembali pulang dan kami langsung menjalani proses medical. Alhamdulilah vit dan tinggal menunggu pembuatan pasport. Hanya menunggu satu minggu lamanya kami langsung ke Kalianda, Lampung.

Proses pembuatan pasport, bersama beberapa TKW juga. Alhamdulilah, prosesnya terhitung cepat juga menurutku, walau hanya ada sedikit problem karena ya biasalah. Waktu itu umurku juga Nur belum bisa sebetulnya. Makanya dituakan juga dirubah status juga.

Lucunya, TKW yang lain, yang mereka semua memakai jeans disuruh ganti rok seperti aku. Dengan alasan, supaya terlihat dewasa kata pembimbing kami. Alhamdulilah, pada akhirnya kami semua lolos. Walau mellalui jalur K.U.H.P juga sepertinya. (karena uang habis perkara).

Setelah beres, proses selanjutnya hanya tinggal menunggu penerbangan. Selama menunggu penerbangan pun, ternyata bukan waktu yang sebentar. Sudah  4 atau 5 hari di PT saja, tanpa ada kegiatan, jenuh yang ada. Setiap hari hanya tertawa,cerita, bersama kawan kawan TKW semua dan aku, tidak bisa setenang mereka.

Bagiku, the time is money. Akhirnya aku minta izin untuk mencari kerja. Apapun kerjaannya. Gpp lah, yang penting halal dan bisa mengisi kekosongan waktu. Teman-teman pada komentar, ngapain sih Jum, cari kerja! Orang sebentar lagi juga kita akan jadi babu. Kalau kata bahasa kasarnya. Sekarang, yang waktunya kita nikmatin hidup dulu. Tapi lagi lagi aku tetap gak bias jika satu hari saja, kerjaku hanya tidur dan makan. Waktu ini, terlalu berharga untuk disia-siakan.

Akhirnya, aku mendapatkan kerja. Ya. Walau sebagai babu/pembantu. No problem yang penting kerja. Lalu, aku menjelaskan pada mereka, bahwa aku sudah daftar di PT. Aku hanya mengisi kekosongan waktu sampai saat tiba penerbangan. Ya, bisa dibilang, sebagai batu loncatan lah. Mereka menyanggupi dan aku mulai beraktivitas. Majikanku punya anak 3 perempuan semua dan masih sekolah SD kelas 4, kelas 2,  dan yang satu masih TK.

Baru 2 minggu aku kerja, ternyata ada panggilan dari kantor, bahwa orang saudi mau datang menjemput. Aku bicarakan ini kepada bos  dan tanpa aku kira sebelumnya, bahwa mereka akan mempermasalahkan ini. Hingga akhirnya aku diberi 2 pilihan, bertahan sampai satu bulan atau pergi sekarang tanpa membawa gaji karena ia beralasan bahwa ia  sudah memberikan uang pada orang yang telah membawaku ke sini. Ya, bisa disebut sponsor juga mungkin.

Aku tidak mau ambil pusing  dan bikin ribet, kalau memang mereka lebih butuh uang itu daripada aku, silakan.  Yang tidak bisa aku habis pikir, ya rumahnya yang begitu mewah dan bahkan makan di restaurant, keluar uang berapa uang. Ia happy-happy aja tuh. Tapi mengapa untuk membayar seoraang karyawan yang walaupun hanya 2 minggu kerja, sulit bahkan mungkin mereka tidak tahu, bahwa dari sebagian hartanya, terdapat jatah anak yatim, dan lain-lain. Cukup tawakaltu alallah, suatu saat Allah akan memberikan jawabannya. Aku kembali ke kantor, esok harinya, orang Saudi itu datang  dan ia langsung memberikan uang di muka masing-masing 3 juta.

 

 

BAGIAN KE-19

PERPISAHAN

 

Sore hari sebelum penerbangan besok pukul 7 pagi, aku mengabarkan pada tunanganku, yaitu Ahmad. Aku tidak memintanya datang, tapi tiba-tiba ia meminta untuk aku jemput di stasiun kereta Universitas Indonesia karena dia memang tidak tahu arahnya ke mana setelah dari situ.

Aku menjemputnya dan tiba di kantor pukul 11 malam. Setelahnya, kami bicara panjang lebar. Sampai pada keputusan yang tidak aku niatkan juga sebetulnya, aku melepaskan ikatanku dengan Ahmad.

“Mulai detik ini, kamu sudah bukan tunanganku lagi.  Aku, tidak tahu bagaimana nasibku nanti, apakah aku bisa kembali ke Indonesia, karena aku juga sebelumnya banyak mendengar cerita cerita para TKW yang kurang baik nasibnya. Kalaupun aku kembali, aku tidak tahu itu kapann. Aku juga tahu, kamu sudah ingin  cepat menikah. Seharusnya aku bersabar menunggumu, sampai kamu berhasil diluluskan dari pesantren.”

“Di pesantren salafi, memang tidak bisa kita yang meminta keluar sendiri, tapi harus dari seorang Kiai sendiri yang meluluskan. Bisa sampai belasan tahun. Baru lulus. Tapi, aku juga tidak tenang, kalau aku bahagia bersamamu. Tapi keluargaku? Rumah pun sudah banyak bagian-bagian yang rusak. Aku tidak bisa memikirkan diriku sendiri,”  ucapku panjang lebar.

“Aku tahu itu, tidak butuh waktu lama, untuk aku bisa pahami dirimu. Kamu masih ingat? Dulu kamu marah padaku, ketika aku merokok. Padahal sebelumnya kamu sudah memberi peringatan, jika aku merokok kembali, maka kita putus. Berulang kali aku katakan maaf. Tapi kamu seolah tidak mendengar itu. Saat hujan deras, kamu memilih jalan kaki dari arah Desa Cicimung sampai Gajrug. Walaupun berkali kali-kali aku merayu dan memintamu untuk naik ke motor kembali.”

“Aku bisa menyimpulkan, kamu adalah orang yang teguh pendirian. Itu pula alasannya, mengapa  aku langsung mengikatmu, begitu orang tuaku setuju ketika kamu aku kenalkan pada mereka. Sekarang, apa aku harus bersedih atau aku harus berlapang dada menerima keputusanmu yang tidak bisa dibantah ini. Tapi yang perlu aku katakan sekarang, aku menyesal sudah datang ke sini. Jika aku tahu kejadiaannya akan seperti ini, aku lebih memilih untuk tidak mengiringi penerbanganmu ke bandara, daripada harus menerima cincin ini kembali ke tanganku.” Tutur Ahmad dengan air mata yang hendak jatuh.

“Aku minta maaf, jika aku telah melukai hatimu, tapi kamu pun tahu, aku melepaskanmu bukan karena ada yang kedua. Tapi aku tidak bisa menahanmu, sedangkan aku sendiri tidak bisa menjanjikan kebahagiaan untukmu. Kamu orang yang sangat baik. Selama ini, kamu selalu berusaha untuk bisa berubah lebih baik. Kamu juga tidak pernah meminta apapun dariku.

Di balik semua kekuranganku, kamu tidak mundur satu langkah pun. Tapi kali ini, aku yang melepaskanmu. Jika kita berjodoh, Allah pasti mempersatukan kembali, dengan caranya pula. Aku menggenggam tangannya dan mengurung cincin itu di genggamannya yang sedari tadi hanya ia pandang.

Ada satu permintaanku yang terakhir. Aku titip barang-barang ini. Di sini ada ktp aku, foto aku yang baru tadi aku print dan aku bingkai. Ada uang juga selembar surat, tolong kamu berikan kepada orang tuaku. Aku sodorkan tas kecil padanya dan melepaskan tanganku dari gengamannya. Tapi ia malah menggenggamku lebih kuat.

Aku juga merasakan kesedihan itu, tapi cintaku pada keluarga lebih besar dari sekadar kepedihan yang aku rasakan saat ini.

“Percayalah, rencana Allah itu tetap yang terbaik,” kataku padanya sambil melepaskan genggamannya yang sangat erat itu.

“See you tomorrow.”

“Maafkan aku dan selamat beristirahat.”

Aku hanya punya waktu 4 jam untuk memejamkan mata. Lalu aku meninggalkannya dan masuk kamar menyusul Nur yang sedari tadi sudah terlelap tidur sepertinya.

                   

BAGIAN KE-20

PENERBANGAN

 

Terdengar azan subuh, kami pun segera bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi, lalu kemudian mengisi perut dengan nasi uduk yang sudah disiapkan oleh sponsor. Setelahnya, kami langsung menuju mobil yang standby di halaman kantor.

Hari ini, aku, Nur, dan juga Kak Yusi yang berasal dari Cianjur. Keberangkatan kita sama.  Aku dan Nur hanya mengikuti langkah Kak  Yusi, karena dia memang sudah punya pengalaman ke Saudi, sampai pada kami berada di pesawat, yang membawa ke Collombo, translet Srilanka, dari Srilanka menuju Airport Riyadh Saudi Arabia.

 Aku memilih tidur di pesawat, karena aku memang tidak mau melihat ke arah luar jendela, yang hanya akan membuatku merindu segala tempat yang sering kali aku datangi. Sesekali aku terbangun, jika ada seorang pramugari yang memberikan attention, ataupun menawarkan makan dan lain sebagainya. Tapi aku juga tidak bisa tidur, karena aku memikirkan, bagaimana majikan aku, seperti apa pekerjaannya, dll.

Tiba pada attention selanjutnya. Bahwa ternyata pesawat akan segera landing. Setelah kami masuk, diperiksa, dan sebagainya, kami lalu, mencari Babah yang katanya sudah menunggu. Hanya Kak  Yusi yang menjadi penghubung antara Babah yang masih di Indonesia dan Babah yang katanya akan menjemput kami di bandara.

Mencari gate/ pintu keluar yang dimaksud. Setelah kami duduk sebentar dan menunggu. seseorang menghampiri dan menanyakan nama kami masing-masing. Selanjutnya ia memperkenalkan. Saya babah kamu (majikan kamu, ya Jumainah) katanya. Dia tidak bisa memanggilku Juminah. Melainkan Jumainah. Mungkin lisan Orang Saudi beda kali ya? But it’s ok dalam batinku. Kali ini aku sedikit merasa tenang, karena sudah sampai tujuan dengan selamat, namun tetap saja. Belum lengkap sepertinya jika belum bertemu dengan keluarganya. 

BERSAMBUNG ***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Challenge Resensi Buku “ Kisah Serdadu-serdadu Kecil”

  Sumber: www.wijayalabs.com Resensi Buku “ Kisah Serdadu-serdadu Kecil” Hai sobat Lage, hari ini saya mendapat kejutan buku karena suda...