COVER NOVEL JUMINAH |
BAGIAN KE-21
KAMU DAN KENANGAN
Beberapa hari kemudian, setelah chatingan sama Ibnu, ada Nomor baru sms mengucapkan “assalamualaikum” hanya itu. Selanjutnya, aku periksa recent call juga ada satu panggilan tidak terjawab. Aku sedikit penasaran lalu aku telpon balik nomor itu. Jujur dan sontak kaget karena suara yang terdengar begitu merdu.
”Waalaikum salam, apa kabar? Salam kenal juga. Ibnu yang memberikan nomor kamu padaku dan ia juga cerita sedikit tentang kamu,” jawabnya ketika menerima telpon dariku setelah menjawab salamku.
Sempat aku tidak percaya, aku pikir Ibnu tidak sungguh-sungguh. Padahal aku cuma bercanda saja waktu aku minta diperkenalkan.
“Mmm…. Ok, terima Kasih sebelumnya sudah mau berkenalan denganku. Kita sambung lain waktu, because i have go to work now.” Namun, sebelum aku menutup telpon, sempat aku melempar pujian.
“Suaranya lembut seperti orangnya.”
“See you.”
Aku segera menutup telepon tanpa aku beri kesempatan ia untuk merespon pujian dariku. Tiba di malam harinya, kami mengobrol. Ya, hanya sebatas pertemanan ketika itu, tapi perasaanku berbeda. Aku merasakan ada kenyamanan bersamanya.
Aku menuliskan kriteria jodohku di dalam kepala. Nggak ngerokok, harus rajin salat lima waktu, paham agama, pengertian, nggak emosional, dan bla, bla, bla, bla.. Aku rasa, semua itu hanya keinginan belaka.
Lewat fb yang sempat aku buka sesekali, aku lihat berandanya dan dia selalu membagikan pengingat-pengingat baik yang menenangkan hati. Suaranya merdu saat melantunkan ayat suci Al-Qur’an, karena memang setiap sebelum tidur dia selalu melantunkan Surah Arrohman mengiringi mimpi indahku.
Dari apa yang aku lihat, pria ini seperti rajin beribadah, memiliki ilmu agama yang baik, such a husband material every women needs. Seringkali aku membayangkan kehidupan setelah pernikahan bersama laki-laki ini. Mendengarkan suara merdunya setiap malam, membacakan surah favoritnya. Di bangunkan sebelum azan subuh olehnya, senantiasa diingatkan untuk salat lima waktu, merasa teduh membayangkan menjadi istri yang taat pada laki-laki yang taat. Semua itu ada padanya. Tapi aku tidak lupa, bahwa dulu, Ibnu pernah bilang Haetam sudah punya kekasih.
Akhirnya, dua minggu setelah perkenalan itu berjalan, tidak mengurangi rasa kagumku padanya. Bahkan mungkin bisa dikatakan aku jatuh hati pada dirinya. Tapi karena aku pikir, cinta ini terletak pada orang yang salah, aku memintanya untuk tidak menghubungiku lagi, kalau bisa kamu blok saja nomor aku. Lalu, tiba tiba dia menelponku dan meminta penjelasan atas permintaanku yang katanya tidak masuk akal. Dia bilang bahwa dia tidak buat masalah selama kenal sama aku.
“Kamu memang tidak punya salah, tapi aku yang salah” jelasku.
“Aku masih belum mengerti,” sahutnya.
“Sebelum aku mencintaimu terlalu dalam, aku minta dengan senang hati, kamu block nomorku karena aku juga akan block nomor kamu, sebelum aku hafal nomor kamu.”
“Aku mohon tidak perlu seperti ini caranya,” pintanya.
“Baiklah, aku tidak akan block kamu, tapi aku ingin kamu mengenalkanku pada seseorang yang menurutmu dia baik.” Andai kamu tau apa maksudku bersikap seperti ini, gerutu batinku.
“Ok.” Jawabnya simple. Sambil menutup telpon, dua menit kemudian, dia mengirimkan sms berisikan nomor telpon. Dia pamanku. Dia sudah sangat lama sekali di Saudi.
Setelahnya, aku chat nomor baru itu dan dia langsung merespon, hingga tak terasa beberapa hari berjalan. Aku ngobrol sama dia, curhat, dan lain-lain sehingga timbul suatu kata yang menurutku ada kesungguhan di situ.
Aku tidak ingin mempertanyakan itu. Yang aku butuh saat ini, aku butuh kawan, karena di sini aku bekerja seperti feel lonly. Tiga teman kerjaku asli Philipina dan masih ada sedikit kesulitan untuk aku bisa sharing banyak sama mereka.
Lagi pula, yang namanya beda negara, beda bahasa, tentu saja tidak seakrab dengan orang yang satu bahasa. Apalagi, soal bagaimana kabar keluargaku. Aku hanya mengabari mereka sesekali saja. Bisa dibilang jika ada hal hal penting saja, seperti kirim uang. Adapun ketika mereka menanyakan kabarku, tentu aku katakan, aku baik baik saja. Perih sakitku, cukup aku yang tahu.
Lanjut, bagaimana kabar mantan tunanganku, akupun tidak tahu kelanjutannya, karena memang sejak penerbangan sampai sudah 5 bulan aku di sini kita lost kontak.
Kembali lagi menyangkut pamannya Haetam ini, dia cukup menarik, suka bercanda juga, dan bedanya, dari segi ilmu agama mungkin paman Haetam ini, bisa dibilang normal saja. But no problem. Yang penting dia baik dan asyik diajak ngobrolnya nyambung.
Namun ternyata, tanpa aku duga sebelumnya, Haetam kadang suka menelpon aku, dan nomor aku selalu sibuk. Mungkin kebetulan saja kali ya.
Haetam bilang, bahwa ternyata aku cemburu ketika pas nelpon kamu dan kamu sedang sibuk ngobrol sama yang lain. Jelasnya. Lalu apa yang terjadi setelahnya? Jelas, aku lebih merespon Haetam karena memang dari awal aku tertarik padanya, tapi aku lebih memilih mundur karena aku pikir dia memang sudah punya kekasih.
Ternyata, setelah aku pertanyakan perihal kekasihnya itu, dia bilang bahwa sudah lama tidak ada kabar, bahkan mungkin dia sudah punya yang lain, atau sudah menikah bisa jadi. Jelasnya, membuatku seperti ia memberikan lampu hijau. Tapi karena mumngkin ia juga paham kalau sebenarnya aku mencintainya, maka dia pula yang berani untuk memintaku kembali.
Lalu bagaimana dengan paman yang ia kenalkan padaku itu? Aku memberitahunya tentang Haetami yang memintaku kembali dan ia juga paham itu. Selanjutnya, kami cukup berteman, karena ia juga termasuk orang yang masa bodoh menyangkut perempuan. Tujuan utamanya itu, ia ingin hidup sukses dulu.
***
Singkatnya, hampir 3 tahun aku di Saudi, sedangkan Haetam ketika itu mungkin hampir 4 tahun. Sebelumnya, kami merencanakan pulang, lalu menikah. Aku bepikir dengan keras. Kerja terus itu sampai kapan? Orang yang aku perjuangkan, yakni adik laki-lakiku terutama, yang menjadi harapanku.
Aku ikhlas menjadi tulang punggung keluarga, asalkan adikku sukses, menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak. Untuk agamanya terutama. Tapi, mungkin dulu ia menurut saja ketika aku masukan pesantren, karena dia merasa segan padaku, aku tidak mengerti.
Tak lama, adikku memaksa ingin berhenti dari pesantren dan ingin segera bekerja membantu membangun rumah. Karena memang proses pembangunan rumah bukan biaya yang sedikit. Tapi untukku, apapun alasannya, tetap dia telah membuatku kecewa karena berhenti dari pesantren, dengan alasan ingin membantuku.
Berkali kali aku jelaskan, aku tidak butuh itu. Aku hanya ingin pendidikannya bagus dan dari segi ilmu agamanya, setidaknya cukup untuk dirinya. Andai aku tahu akan begini jadinya, mungkin aku tidak memilih jalan untuk ke luar dari pesantren. Pada akhirnya aku bertanya pada alam, siapa yang harus disalahkan? Orang tua kah? Karena tidak mencukupi kebutuhan anaknya.
Tapi setahuku, ketika aku memilih jalan untuk ke luar, saat itu aku sudah tidak membebani orang tua lagi. Sedikitnya, malah aku bisa memberi. Namun di lain sisi, hati kecilku seperti menolak, saat aku berpidato(ceramah) lalu diberi amplop. Kembali lagi pada taqdir. Semua ini menjadi proses pendewasaanku. Aku hanya bisa mencoba berdamai dengan takdir. Tapi kekecewaan itu juga membuat aku menjadi sedikit egois.
Hal yang aku mau sekarang adalah membahagiakan diriku sendiri karena aku berpikir untuk apa juga terlalu memikirkan orang lain, yang belum tentu orang yang kita perjuangkan punya rasa yang sama.
Aku sadar, di dunia ini, kita memang tidak bisa memiliki segala hal yang kita mau dan saat ini, hadirnya Haetami yang membuat aku kembali sadar dengan firman Allah
لا يكلف الله نفسا الا وسعها
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S Al Baqarah ayah:286).
Nasihat-nasihatnya yang membuat aku merasa yakin kalau Haetam adalah calon imam keluarga yang baik. Selain dari ia memiliki paras yang tampan, ia juga seorang yang paham betul tentang agama.
Suaranya yang menyejukkan jiwa saat melantunkan ayat ayat Al-Qur’an karena akupun sering mendengarnya mengumandangkan azan di Masjid Nabawi, Madinah. Kebetulan jarak dari tempat kerjanya ke Masjid Nabawi, sangat dekat.
Satu lagi nilai plusnya. Dia tahu bagaimana cara memperlakukan perempuan. Karena ia juga pernah bilang padaku, bahwasanya seorang perempuan itu bagaikan besi yang bengkok. Jika besi itu dibiarkan saja maka akan selamanya bengkok. Tapi jika dipaksa untuk lurus, maka ia akan patah. Maka caranya, diluruskan dengan pelan-pelan.
Perkataan itu pula yang ia terapkan dalam diriku. Saat aku sedang salah atau keliru, baik itu menyangkut permasalahan keluarga, ataupun menyangkut pekerjaanku di Saudi, dia menasehatiku secara lembut dan tidak menyinggung, ucapannya bisa aku saring kembali hingga aku menemukan titik benarnya.
Semakin aku mengenal pribadinya, aku jadi semakin ingin segera menjadi kekasih halalnya. Sampai aku sendiri tidak mengerti dengan apa yang aku lakukan. Sebagian pesan pesan yang Haetam kirim padaku aku abadikan dalam tulisan. Ketika dia ada sms, pesannya sebagai berikut.
“Abud hari ini berangkat kerjanya pake sepeda.”
Aku memang selalu memanggilnya dengan nama Abud yang artinya aku berharap kelak ia menjadi seorang ayah dari anak-anak kami. Tapi dia memberikan arti lain yaitu ABUD: Abadi Bertahan Untuk Dirimu. Selanjutnya, aku balas smsnya.
“Emang Abud bisa bawa sepeda?” lalu ia membalas.
“Gak bisa juga gak apa-apa, biar jatuh ke pelukan Euceu.”
Dia senang memanggilku dengan sebutan Euceu. Biasanya panggilan Euceu ini untuk istri dari Kiai . Ia berharap, kelak aku bisa mendidik anak-anak seperti Ibu Kiai mendidik santri-santrinya.
Dia juga memang sangat pintar sekali untuk bisa membuatku tersenyum bahkan tertawa kecil saat membaca pesan pesannya. Mungkin itu juga yang membuatku bahagia akan hadirnya. Aku lupa pesan pesan ku padanya dan yang aku abadikan juga hanya pesan pesan darinya saja. Diantaranya:
- Jauh dimata dekat di telinga, itulah kejora. Antara Aku dan kamu.
- Jika kita saling menyayangi tulus dari hati, niscaya kebahagiaan akan dirasa adanya.
- Melamun, takut Euceu mundur satu langkah dari Abud.
- Ya Allah, izinkan kami hidup bersama seperti semut yang bersama dalam sangkarnya, beri kami cucuran rahmat dan hidayah-Mu.
- Ya Allah terangi jalan kami seperti terangnya bulan yang sangat jauh dari genggaman
- Ya Allah tenangkanlah hati kami seperti orang ahli ibadah menghadap-Mu.
- Ya Allah, terima kasih karena aku masih bisa melihat indahnya negeri, berikan aku kekuatan untuknya belajar sabar dalam kepercayaan walau jarak meskipun jauh, Euceu, love you more.
- Sebenarnya, aku tak berdaya menahan adanya rindu ini, Abud sering khawatir tentangmu Euceu, dan izinkan Abud merindukanmu, walaupun jarak memisahkan.
- Aku merindu, disaat kamu menjadi mudhop, maka aku rela menjadi mudhop ileihnya untuk menyempurnakan rindu, dan Abud juga bisa melaksanakan naat man’ut, saling serasi jika bersama, dan juga andai kata Euceu tahu, cinta Abud laksana Isim Mabni, takkan ada yang berubah rasa ini.
- Tuhan, temukan kami yang masih terhalang oleh jarak, hadirkan yang saling mencintai dengan kesetiaan yang indah, yang kami hadirkan cinta dengan pengabdian yang memuliakan “pernikahan yang kau ridhoi”
- Cantik itu relative, dasarnya manusia itu terima bere, terima jadi, kulit putih wajah elok kita gak pesan, begitu pula Abud. Apa Euceu bisa sayang Abud yang banyak kekurangan ini?
- Biarkan Abud kuli bangunan, asalkan euceu gak kepanasan. Jadikanlah Abud sebagian kuku darimu, biar kecil, asal Abud tumbuh sampai akhir hidupmu sayang.
- Abud kurang suka, semua kesukaanku pergi gitu aja karena hadirnya dirimu.
- Kalau pelangi hadir hanya sesaat, kalau Abud hadir untuk selamanya.
- Nini-nini pergi ke sawah pakai batik, “i love you cantik”
- Selamat malam kasih yang tak bisa kusentuh, namun bisa kurasakan, betapa hebat cinta yang kau tanam dalam hati..
- Accesories dunia yang Abud miliki gak punya kelebihan, melainkan hanya kekurangan. Abud akan terima keseriusan Euceu..
- Air keruh kemasukan belalang, i love you sayang..
- Makan kecapi mentah dapet nemu
gak sabar pengen khitbah kamu
Makan jambu yang bawa lalay
Semoga kita cepet ketemu sayang
- Onta ngaleut sireum ngaleut (Rombongan Unta, rombongan semut)
Arek nganteur jalmi buleud (Mau mengantar orang bulat)
tangkal laja buah laja (Pohon Laja buah Laja)
Mau nikah ka orang Paja( Mau nikah sama Orang Paja0
Anak sireum ema sireum (Anak semut ibu semut)
Mau khitbah yang namanya Njum (Mau tunangan yang namanya Njum)
- Burung gereja bawa pare, selamat sore (Burung Gereja membawa padi, selamat sore)
- Kak Lepton dikasih Nana Hasawi, aku rela ngutang pulsa, buatmu yang aku sayangi.
- Kalau kamu ngoceh terus, itu artinya kamu rindu aku.
- Artinya, aku sampai kapanpun takkan pernah menjadi milik orang lain.
***
Aku tidak mengerti, mengapa aku sampai menyimpan momen-momen itu. Mungkin karena aku merasa dia terlalu berharga dalam hidupku. Sepanjang yang aku kenal, baru Haetami yang begitu nampak sempurna di mataku dan dihatiku. Walau kami hanya video call beberapa kali saja, jika aku kebetulan lagi ada hape teman. Tapi tidak mengurangi rasa kagumku, sayangku, dan cintaku padanya.
Jika orang berkata, “cinta itu buta” mungkin memang ada benarnya. Karena saat ini, setelah aku mengenal Haetami, aku tidak mampu melihat yang lain kecuali Haetam. Bahkan cinta itu, seperti lumpuh, sehingga ia mampu membawa separuh jiwaku pergi bersamanya. Bahagiaku, terasa kurang lengkap, jika tanpa senyumnya, tanpa canda tawanya. Dia yang selalu membuatku tersenyum dengan pantun pantun gombalnya.
Namun apa yang terjadi di 3 tahun ini, majikan belum memberiku izin kembali ke Indonesia, sedangkan Haetami sudah memegang tiket. Setelahnya, kami lost kontak, karena hp aku masih nokia jadul, yang mana jarak dari Indonesia untuk bisa telpon ke Saudi itu cukup memakan pulsa banyak. Sehingga harus aku harus menerima kenyataan yang terjadi setelah 2 bulan kemudian, Haetami tiba-tiba mengirimkan sebuah pesan.
“Semoga kita punya kemudahan untuk bisa saling memaafkan, kecil ataupun besar kesalahannya, selagi diri ini gak ada, semoga kita selalu bisa tuk saling mendoakan, Abud gak punya apa-apa. Maafin yaa.”
Setelah aku tanya apa maksudnya? Dia tidak menjawab. Dua minggu setelahnya, ibunya memberiku kabar bahwa kemarin Haetami sudah menikah. Saking aku penasarannya, siapa wanita nya. Aku pinjam hp teman dan buka fb.
Melihat laki-laki yang sangat aku cintai, bersanding di pelaminan dengan wanita lain yang mana wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah mantan kekasih Haetami sendiri. Sempat mantan kekasihnya itu hadir di tengah tengah hubunganku dan Haetami yang mendekati hampir 3 tahun lamanya. Mantan kekasihnya yang dulu Haetam katakan lost kontak semenjak Haetami belum mengenalku. Tiba tiba wanita itu muncul ketika Haetami sudah menjadi kekasihku. Bahkan kami sudah merencanakan ke jenjang pernikahan.
Air mataku mengalir ketika aku melihat wanita yang aku kenal ini berdampingan dengan laki-laki yang selama kurang lebih 3 tahun ini memberikan kebahagiaan dalam hidupku. Aku marah, mengapa? Karena baru kali ini aku memberikan hatiku sepenuhnya pada laki-laki yang aku anggap, dia adalah yang terbaik.
Mungkinkah aku bisa melupakan begitu saja segala kenangan yang telah dilewati? Mungkinkah ada laki laki yang seperti Haetami ini, yang tidak hanya mampu memberikan perhatiannya, juga hatinya?
Tapi aku jadi banyak belajar pula darinya. “Belajar arti sebuah penghianatan tentunya.” Bukankah dulu, ketika aku dengan tangan terbuka memberikan pilihan padanya, “aku atau dia?” Ini sms yang saat ini masih aku abadikan dalam dairyku.
- Aku akan lupain yang lalu, akan aku hapus fb, jika sudah dihapus izinkan Abud kembali bahagiain Euceu.
- Udah Abud hapus semua. Izinkan Abud kaya dulu Euceu, jujur Abud sayang Euceu..
- Minum air hangat campur gula, hati ini terasa hangat kalau sama Orang Paja.
Ini nih yang gak bisa lupa, canda tawanya itu loh.
- Yaa, gak bisa itu, apalagi udah duduk tenang gak mungkin bisa berdiri Euceu. Apalagi terbang cari cinta yang lain. Mungkin, kita panggil penghulu Saudi aja yuk.
Itu adalah jawaban darinya ketika aku meminta dia untuk memilih. Padahal, kalaupun waktu itu dia lebih memilih Aisyah, maka aku akan dengan legowo merelakannya pergi dari hidupku. Bahkan ketika aku bertanya.
“Apa aku salah, jika aku mencintaimu?”
“Yang salah itu, Abud dikasih oli sama Euceu.”
***
Aku merasa seperti dibahagiakan dengan kebohongan. Pandanganku masih tertuju pada foto wedding yang masih berada di genggamanku. Ketika aku hendak melempar hp itu, seorang teman merebut hp itu segera.
“This my phone, just one, what you do?”
Lalu ia menjatuhkan kepalaku dalam pelukannya. Air mataku masih berderai, serta isak tangis yang sulit aku hentikan.
Dok. penulis |
Aku melirik ke arah foto yang menempel di kaca lemariku. Segera aku copot foto itu dan hendak ingin merobeknya, tapi hatiku belum siap. Untuk itu, aku hanya menyimpannya dalam lipatan buku. Setelah itu kami benar benar tidak pernah berhubungan lagi.
Jangan ditanya, bagaimana kabarku saat itu dan ini adalah catatan hatiku “untuknya.”
Dear M.Haetamy
Abud, aku percaya, tak ada kebetulan di dunia ini. Tuhan mengirimkanmu padaku, bukan tanpa maksud yang mungkin ingin aku belajar menjadi sahabat.
Aku percaya, cinta bisa tumbuh di mana saja dan tuhan mengirimkan cinta padaku bukan tanpa maksud yang mungkin ingin aku belajar memberi tanpa pamrih. Seperti matahari pada bumi. Walau memang mungkin saat ini tak ada yang bisa aku lakukan untukmu, tapi aku rasa kau akan lebih tahu dan mengenali diriku.
Andai suatu saat nanti kita bisa bertemu. Aku tidak pernah punya alasan apapun, kalau setiap aku mengingat dirimu, jantungku berdetak sampai aku bisa rasakan di kulitku. Apa aku masih perlu alasan?” Aku tidak pernah punya alasan apapun tuk cinta sama kamu Abud.
Bahagia adalah saat melihat foto Abud yang saat ini masih aku abadikan. Juga saat mengingat suaramu, tawamu, candamu, maka aku tahu hidupku hari itu, akan baik baik saja.
Aku mau terus mencintai kamu, melindungi kamu, membuat kamu tersenyum bahagia, dan ada di samping kamu setiap kamu butuh. Tapi, itu pun hanya dengan seizin kamu.
Aku percaya ini cinta yang tak harus aku nyatakan lagi. Pada waktu di mana aku mendapatkan perasaan yang sangat luar biasa dalam hidupku, aku dihadapkan oleh suatu keadaan di mana aku harus memilih dua pilihan yang sangat sulit. Ya, antara logika atau hati yang mana setiap pilihannya terdapat konsekuensi yang mau tidak mau, harus aku jalani.
Walau terkadang aku mencoba menutup cerita hidupku bersamamu, tapi ternyata semua itu bukan hanya sekedar luka yang mesti aku tinggal untuk aku bisa membuka lembaran baru kembali. Karena nyatanya sampai saat inipun aku masih tetap menunggu satu kalimat darimu.
Say me, “ I love you again.”
Meski aku tau Abud tidak pernah meminta tuk ditunggu dan diharapkan, entah mengapa hati ini meyakini bahwa kau ada.
Meski aku tak tahu hati kamu bagaimana? Inginku menyempurnakan hidupku di sisimu, bersamamu. Karena saat hatiku telah mengenal fitrahmu, aku ingin berusaha mencintaimu dengan cara yang dicintai-Nya (Allah). Sekalipun kita belum pernah bertemu, namun mungkin rupanya jarak dari impian kembali jauh. Lenyap dari pandangan begitu saja.
Dulu, aku pikir kisah kita akan menjadi satu cerita, dan membentuk suatu pernikahan sebagai tanda untuk mengikuti Sunah Rasul dalam rangka membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warohmah dan melahirkan Rabbani untuk menggapai ridho Allah.
Engkau sirami cinta dalam hatiku dengan indahnya perangaimu. Kebahagiaanku lenyap ketika kau menghilang lenyap. Hidupku menjadi terang ketika kau di sana. Semusim berlalu, hujan ditunggu, tak sadar waktu mengubahnya layu.
And now, i get confused and sad. Every time i remember you. I don’t know how long. I’am gonna feel this away.
Love asked the cloud, “why was it born blind?” and cloud only answer “it with rain” (Sebuah cinta yang bertanya pada awan, “mengapa ia dilahirkan buta? dan awan hanya menjawab, “seperti hujan”).
***
Beberapa hari setelah aku bisa dikatakan galau mungkin ya, aku melakukan negosiasi dengan majikan. Aku meminta jika aku belum diizinkan pulang, maka hal pertama ia harus membolehkanku megang hp internet. Kedua, ia harus menaikkan gaji aku. Lalu dia bertanya “kamu ingin gaji berapa?” Aku jawab ya terserah Babah. Lalu dia menaikkan 300 real.
Tadinya gajihku hanya 1.000 real kini menjadi 1.300 real.. Lalu, ia juga memberiku hp samsung plus conect wifi. “it’s good” batinku. Tidak lupa mengucapkan terima kasih pula. Kalau perlu aku katakan bukan aku memilih bertahan di Saudi itu karena betah ataupun kuat.
Tadinya, aku juga berpikir bahwa walaupun Haetam sudah di Indonesia sedangkan aku masih di Saudi, dia bisa setia dan sabar menunggu. Tapi, yaa begitulah. Mungkin itu adalah kenyataan pahit yang harus aku terima.
Jika dulu ia sering memutar lagu untukku yang berjudul “زوجتي” Zaujati/ Istrik. Lirik lagunya tertulis, “aku mencintaimu apapun dirimu, aku mencintaimu bagaimanapun keadaanmu, duhai istriku, engkaulah kekasihku, hari hariku berat, sampai aku kembali ke rumah menjumpaimu, maka lenyaplah keletihan ketika kamu senyum.” Lirik lagu itu sangat menyentuh dan membuat aku terharu hingga aku percaya dengan kebenaran kata.
Saat ini bukan lagu itu lagi yang aku putar. Tapi sebuah lagu yang berjudul “janji” yang dilagukan Evi Tamala. Begini liriknya, “syurga yang engkau janjikan, neraka yang kau berikan, manis yang aku harapkan, pahit yang aku rasakan. Manisnya janjimu padaku, mengalahkan manisnya madu. Hingga terbuka pintu hatiku, tuk menerima cintamu. Tapi setelah aku jatuh cinta padamu, engkau begitu mudah melupakan diriku.
Air mata terus membasahi pipiku sampai akhirnya aku terlelap dalam dinginnya angin malam hingga membuat aku terlelap dan memejamkan mata.
BAGIAN KE-22
MENCARI KEPASTIAN
Aku tahu, tidak semudah itu untuk menghapus nama “Haetamy” dari otakku. Tapi aku teringat kalimat bijak yang aku ambil dari mahfudzot “la tada’ nafsaka ardhotan lilghoyari” yang artinya; “jangan biarkan dirimu terlena dalam lamunan.” Ada juga sahabatku Fatimah selalu berkata “ya habibty/sayang you know? Past is past is never come back” (masa lalu adalah masa lalu, tidak pernah kembali).
Tak bosan bosan setiap bertemu aku, dia selalu mengulang ngulang kalimat itu sampai aku malas mendengarnya. Namun lagi-lagi kata bijak dari pelajaran yang sangat aku suka ketika aku di pesantren (mahfudzot) lagi. “lan tarji’al ayyam, allati madot” (tak akan kembali hari-hari yang telah berlalu). Membuatku mencoba bangkit kembali.
***
Malam, memang kian sunyi. Tapi yang bermalam di kepalaku kian bising. Cahaya, mempunyai caranya tersendiri untuk menghibur malam dari sepi dan ini adalah caraku. Mulai sekarang, aku akan belajar membuka hatiku kembali, karena ada sebagian orang berpendapat bahwa, sakit hati obatnya ya hati lagi. Itu berarti, aku harus memberi ruang untuk kehadiran orang baru.
Kebetulan aku sudah megang hp samsung, aku buka internet kembali. Setelahnya, aku kenal sama laki-laki, dia santri, namanya M. Davit. Jika ditanya tampan atau tidak, yaa dalam pandangan aku dia sangat tampan. Tapi bukan itu alasan aku menerimanya. Standard aku memilih pasangan kala itu, yang penting bisa membimbing dalam kebaikan, dalam kata, minimal dia santri.
Aku pikir, ketika ada seseorang yang mengatakan perasaan. Itu karena sungguh-sungguh sayang. Aku terima, tapi dengan syarat harus saling terbuka, dalam artian, diperbolehkan membuka akun fb masing-masing.
Anehnya, setelah saling tukeran akun, beberpa minggu kemudian dia bikin akun baru, jadi, tanpa pikir panjang, yaa aku putusin. Setelahnya, di sisi lain pula, ada juga yang bernama M. Ndon. Dia pernah pesantren. Hanya saat ini dia di Saudi juga. Tapi di Jeddah. Jadi, kalau dari Riyadh ke Jeddah itu, ya lumayan jauh. Kalau perjalanan memakai mobil saja bisa sampai 2 hari.
Dia mengatakan perasaannya setelah satu bulan saling kenal. Tapi aku tidak menerimanya, karena dia tidak mau tukeran akun, ataupun saling tag, saling upload foto. Intinya di publikasikan. Aku mikirnya, kalau dia tidak mau, itu berarti bisa saja donk dia punya kekasih tidak hanya satu?”
Akhirnya, aku lebih memilih laki-laki yang bernama Hilman. Dia pernah santri juga, mantan TKI juga. Dulu lama dia krja di Riyadh. Tapi, ketika aku mengenalnya. Dia belum lama ini baru tiba di Indonesia. But. It’s ok. Jus a long distance relationship (LDR).
Hubungan jarak jauh, memang banyak menimbulkan kemungkinan dan perkiraan. Tapi dengan saling terbuka satu sama lain dan saling menjaga komunikasi, aku rasa semuanya akan baik baik saja. Namun, apa yang terjadi setelah itu? Tidak lama kemudian, dia pun ketahuan olehku punya akun baru, jadi, aku putusin lagi. Terserah yang diputusinnya setuju atau tidak, menerima atau tidak? Yang jelas ketika aku merasa dibohongi dan dikecewakan, ya udah, end.
Untungnya, kala itu aku pacarannya tidak pake hati, karena aku cukup belajar dari masa lalu, Jadi, aku tidak mau sakit hati yang kedua kalinya. Lalu, mengingat soal Ndon, dia selalu punya waktu untukku, ada di hari-hariku selalu, perhatian juga, terlebih yang membuat aku yakin, dia bisa membantuku saat aku sedang dalam kesusahan.
Ndom berani mengirimkan uang walau hubungan hanya jarak jauh, itu berarti orang ini memang benar ingin serius. Setelah dia tahu aku sendiri lagi, dia memperjuangkan cintanya kepadaku kembali.
Aku memberinya kesempatan untuk itu. Walau sebetulnya, aku sudah sangat capek dengan masalah laki-laki ini. Tapi, aku pikir, tidak ada salahnya jika dia mau memenuhi syarat. Di antaranya harus ada keterbukaan.
Sebetulnya, mungkin ia sangat merasa malu mungkin jika cover profilnya foto perempuan. Karena memang, ia belum pernah berani upload foto perempuan, dengan alasan malu aja kalau di publikasikan akhirnya gak jadi istrinya. Apalagi di fb itu banyak pertemanannya sebagian dari pesantren di mana ia menimba ilmu sebelum berangkat ke Saudi.
Padahal menurutku, ya never mind. Orang lain juga banyak yang gonta ganti pacar. Yang penting asal jangan gonta ganti istri/suami saja. Justru karena pernikahan itu adalah sesuatu yang sangat spesial. Karena pernikahan tidak boleh dipermainkan. Maka dari itu, harus di survei dari segala arah. Bagaimana pribadinya? Bagaimana agamanya? Mungkin, masih banyak kriteria lainnya.
Lalu apa alasan Ndon sendiri memilih kerja ke Saudi, karena semata mata ia ingin menghilaangkan kesedihan. Dia memiliki seorang kekasih dan mereka sangat saling mencintai. Dengan segala kesederhanaan, lalu perempuannya meminta segera untuk dinikahi. Tapi keluarga Ndon belum memberi izin Ndon menikah. Dengan alasan harus kakaknya Ndon dulu/ anak yang pertama yang nikah duluan. Pada akhirnya, si perempuan pun dikhitbah oleh laki-laki lain.
Jangan ditanya, bagaimana perasaan Ndon saat itu? Tentu tidak ada laki-laki ataupun perempuan yang bisa tegar melihat orang yang dicintainya duduk dipelaminan bersama orang lain. Terkecuali mungkin yang ditinggalkannya pun sudah punya pengganti. Bisa dikatakan, ia baik-baik saja. Jadi sekarang, aku menerima Ndon. Tidak ada alasan lain, hanya ada dua alasan.
Pertama, karena aku sudah meniatkan dalam hati untuk lebih memilih dicintai daripada mencintai. Kedua, karena aku berharap, bersamanya, syurga kudapatkan. Saat ini, aku hanya ingin segera menikah dan mudah-mudahan bisa menjadi seorang istri yang sami’an wa ato’an. Selagi perintah seorang suami itu tidak keluar dari ajaran islam. Maka tidak ada alasan untuk harus menolaknya.
***
Satu tahun lebih aku menjalin hubungan sama Ndon yang mana tentunya, dalam perjalanan itu pasti ada sebuah masalah. Karena aku sama Ndon memang memiliki beberapa perbedaan.
Pertama, Ndon yang sedikit bicara sedangkan aku disebut seperti wartawan juga bisa jadi. Kalau sudah ngomong itu tanpa titik koma. Makanya setiap saat nelpon pun, dia cukup jadi pendengar setia saja. Kadang aku suka merasa borring juga, tapi itu bukan masalah. Cukup saling mengerti saja.
Kedua, dia tidak pernah memberi alasan saat sedang menghadapi suatu permasalahan. Terkecuali ketika aku sudah benar-benar marah atau sampai mempertanyakan mengapa bisa begini? baru dia bilang. Sebetulnya awalnya seperti ini. Lalu begini, demikianlah yang terjadi, dan bla bla bla.. Lalu aku kritik, lain kali jelaskan sebelum aku mengira-ngira sendiri. Lalu timbul salah paham. Kadang, lagi-lagi orang kalau sudah wataknya begitu, mungkin susah yaa. Padahal, kalau saja kita tahu bahwa ada kata bijak seperti ini.
“Belajarlah dari sebuah kesalahan tapi jangan terus hidup dalam penyesalan. ”Intinya, jangan mengulangi kesalahan yang sama. Namun, dengan semua itu, aku masih tetap memilih untuk meneruskan hubungan dengannya karena dari segi kesetian, itu tidak perlu diragukan lagi. Ada CCTV yang setiap waktu bersamanya yaitu teman kerjanya sekaligus teman sekamarnya.
Lagipula, karena ia kerjanya di Istana Raja Salman. Jadi, tidak bebas juga untuk bisa izin keluar. Terkecuali karena ada kepentingan kepentingan tertentu seperti ke bank karena mau kirim uang atau mau umroh. Adapun akunnya selalu aku pantau. Mengapa sampai segitunya?” Hanya ada satu alasan.
Aku tidak mau lagi jadi orang bodoh untuk yang kesekian kalinya. Sejauh itu, Ndon tidak pernah melakukan kesalahan yang besar. Adapun kesalahan-kesalahan yang kecil yang hanya karena salah paham, dll. Itu bisa diberesakan tanpa harus mengakhiri hubungan. Karena aku tetap pada pendirianku. Aku tidak lagi harus memilih pasangan. Dia yang harus begini begitu. Cukup dia mencintaiku dengan segala kekuranganku. Aku tidak akan meninggalkannya.
BAGIAN KE-23
SAAT-SAAT SULIT
Hari terus berganti, jam terus berputar, tanpa aku sadar, ternyata aku sudah 4 tahun lebih menyandang jabatan TKW yang mana kerjaannya ganti pampers baby, pegang sapu, pegang elap, memasak, menjaga anak anak dengan baik. Berawal dari pertama aku ke sini anaknya cuma satu, umur 2 tahun kala itu. Sekarang sudah beranak 3 dan itu laki-laki semua lagi. You know, how? Selalu ribut. Usianya 5 tahun, 3 tahun, dan 1 tahun.
Setiap hari juga kadang suka turun ke rumah neneknya. Yang mana di situ ada 4 anak anak. Karena ada dua keluarga. Memang istrinya 2 ditambah lagi 1 anak dari adik majikanku. Laki laki pula. Waahhh muantap. Saat saat seperti ini yang kadang bikin tambah setres, membuat semua isi kepalaku seperti ingin pecah.
Jeritan suara anak-anak, yang nangis, yang rebut, yang ahh segala macam campur aduk. Anehnya, mengapa hanya aku yang selalu harus ada saat semua anak-anak ini kumpul. Padahal 3 temanku orang Philipina ada.
Apa alasannya mengapa aku yang selalu diamanahkan untuk sesuatu yang berhubungan dengan anak-anak. Aku tidak tahu. Padahal hanya aku diantara yang lainnya yang belum pernah punya baby.
Tapi karena dulu aku sering mengurus adik adikku yang kembar, sedikitnya aku paham bagaimana bersikap pada anak-anak. Tapi aku rasa ini berbeda dengan cara mendidik adik sendiri. Tidak begitu sulit. Mereka bisa diatur. Tapi mengurus anak orang, ada salah sedikitpun. Ngocehhhhh.....
Di balik semua itu, rasa capek karena sudah lamanya kerja, yang mana tidak ada hari libur sama sekali. Ada sebait kerinduan yang begitu mendalam pada kampong halaman.
Aku membaca penghasilan apa yang sudah aku dapat selama ini? Ketika aku bandingkan dengan teman yang mana kami berangkat ke Saudi di hari yang sama. Kok beda yaa? Dalam hatiku mengeluh.
Aku tahu, memang aku tulang punggung keluarga. Tugasku tidak cukup hanya sampai membangun rumah saja. Ada adik-adikku yang perlu aku perjuangkan. Walau dulu adik laki-lakiku pernah membuatku kecewa. Karena dia memilih keluar dari pesantren. Tapi yang namanya satu darah, aku tetap menyayanginya dan memaafkannya dan pastinya, aku tetap mensuport dia agar bisa menjadi lebih baik.
Saat ini, adikku sudah punya usaha sendiri. Berdagang accesories hp dan computer di daerah Jakarta Keramat Jati. Berawal dari aku kasih modal 6 juta sampai akhirnya menjadi besar dan semakin besar.
Alhamdulilah, dia memang senang berdagang. Begitu lebih baik, daripada kerja atau menjadi kariawan dalam arti kerja pada orang lain. Namun, tidak cukup hanya sampai di situ, karena saat ini adik kembarku sudah kelas 6 SD. Itu artinya, aku harus segera memikirkan juga bagaimana kelanjutan pendidikan mereka. Adapun adik bungsuku yang masih duduk di kelas 2 SD. Yaa begitulah namanya masih anak-anak, tidak ada yang dipikirkannya selain meminta hadiah-hadiah ketika aku kembali ke Indonesia nanti.
Merekalah alasan pertamaku, yang saat ini membuat aku berpikir dan bekerja lebih keras lagi. Bagaimana caranya ketika aku kembali ke Indonesia nanti, aku sudah ditunggu dengan berbagai kesibukan. Di masa sulit ini, aku sengaja meluangkan waktu untuk sedikit merespon ajakan orang lain.
BERSAMBUNG***
😭😭😭😭.... berapa x pun q baca ini. Tidk pernah tidk meneteskan air mata... karena seperti ikut larut ke masa yng telah ku lewati...
BalasHapus