Selasa, 13 April 2021

Sejarah R.A. Kartini

AISEI CHALLENGE

Tanggal 6 April, tepatnya hari Selasa malam Rabu ketika saya diminta mengisi acara APKS PGRI, malam itu bentrok dengan zoom AISEI. Jujur saya tidak mengikuti zoom tersebut dan masih belum bisa mengikuti challenge bulan Februari-Maret.

Dok. Penulis


Bulan April ini, challenge dimulai dengan tanggal ganjil dengan topim Wanita dan Keberhasilannya. Hal yang ditulis adalah inspirasi Kartini pada wanita di masa pandemi. Tentu saja inspirasi itu bisa di dapat dari orang tua, guru, teman, diri sendiri, maupun orang lain. 

Kali ini karena kita memasuki bulan April, tema yang pas diangkat untuk pertama kalinya adalah sejarah dari Raden Adjeng Kartini donks. Mari simak profil Kartini yang saya tuliskan kembali dari Wikipedia. Simak link berikut. http://gg.gg/wiki-kartini

Fotret Kartini


Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Hindia Belanda, tanggal 21 April 1879. Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi yang telah berjasa memperjuangkan emansipasi perempuan. 

Ayah Kartini adalah seorang priyayi atau kelas bangsawan Jawa yang memiliki nama lengkap Raden Mas Adipati Ario (R.M.A.A.) Sosroningrat. Seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. 

Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. 

Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit. Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya. 

Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Surat Kartini - Rosa Abendanon (fragmen) karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. 

Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. 

Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. 

Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.

Oleh orangtuanya, Kartini dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Meski tidak sempat berbuat banyak untuk kemajuan bangsa dan tanah air, Kartini mengemukakan ide-ide pembaharuan masyarakat yang melampaui zamannya melalui surat-suratnya yang bersejarah.

Cita-citanya yang tinggi dituangkan dalam surat-suratnya kepada kenalan dan sahabatnya orang Belanda di luar negeri, seperti Tuan EC Abendanon, Ny MCE Ovink-Soer, Zeehandelaar, Prof Dr GK Anton dan Ny Tuan HH von Kol, dan Ny HG de Booij-Boissevain. 

Surat-surat Kartini diterbitkan di negeri Belanda pada 1911 oleh Mr JH Abendanon dengan judul Door Duisternis tot Licht. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh sastrawan pujangga baru Armjn Pane pada 1922 dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Dari perjalanan panjang Kartini, saya banyak belajar banyak hal. Betapa perjuangannya mendirikan sekolah pribumi sangat patut diapresiasi. Akhirnya berkat Kartini, semua wanita zaman sekarang dapat memperoleh pendidikan tinggi bahkan dapat menduduki jabatan dalam pemerintahan misalnya Bupati Lebak adalah seorang perempuan atau saya sendiri menduduki jabatan sebagai Kepala Sekolah, bahkan ada perempuan yang berptofesi sebagai supir bus way. 

Tidak dapat dipungkiri era milenial tersebut berkah dari perjuangan keras Kartini dalam menyetarakan hak-hak perempuan supaya bisa setara dengan laki-laki. Namun dalam hal Kodrat perempuan sebagai seorang istri, tetaplah sang suami yang menjadi pemimpin tertinggi. 

Saya salut dengan jerih payah Kartini yang berbuah manis akhirnya kaum hawa dapat mendirikan bendera kebebasan berekspresi. Hal itu dapat dibuktikan dari kesuksesan para wanita berdaster, yang hanya bermodal hape namun bisa sukses berjualan online.

Untuk itu, saya menuliskan kisah inspirasi Kartini untuk membuka mata dan telinga kita betapa kita patut memberikan apresiasi kepada beliau dengan memperingati hari jadi Kartini yang dilaksanakan setiap tanggal 21 April. Banyak lomba yang diadakan termasuk lomba puisi, pantun, bahkan lomba menulis artikel AISEI Challenge yang dimulai pada bulan April ini. 

Semoga setiap peserta dapat menuliskan tokoh inspirasi wanita yang tentunya banyak berjasa dalam kehidupan kita. Ayo tuliskan kisahmu dan abadikanlah. Semoga apa yang saya tulis dapat bermanfaat untuk semuanya.


Salam blogger inspuratif

Aam Nurhasanah, S.Pd. 

SMPS MATHLA' UL HIDAYAH CIPANAS


#Day7AprilAISEIChallenge

#InspirasiKartini

#KurikulumNgumpet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Challenge Resensi Buku “ Kisah Serdadu-serdadu Kecil”

  Sumber: www.wijayalabs.com Resensi Buku “ Kisah Serdadu-serdadu Kecil” Hai sobat Lage, hari ini saya mendapat kejutan buku karena suda...