 |
COVER NOVEL JUMINAH
|
BAGIAN
KE-13
MAN JADDA
WAJADA
Sejak mengenal namanya muhadoroh ditambah
dengan keseharian di pondok, walau bisa disebut manusia bel, sangat seru
sekali. Mulai dari bangun tidur di sepertiga malam awalnya terpaksa, sampe
menjadi terbiasa, membuat aku jadi paham bahwa waktu ini terlalu berharga untuk
disia-siakan.
Begitu juga
kegiatan sehari-hari, mulai dari sekolah, mengaji kitab kuning, membuatku
mengenal nahu shorof. Ternyata, tidak semudah itu orang bisa membaca
kitab gundul. Tanpa fathah, kasroh, ataupun domah. Walau aku tidak begitu
tertarik, karena bikin pusing. Selain harus
tahu mufrodatnya, harus tahu penempatannya juga. Misalnya jika di depannya ada
huruf jer seperti فى maka
dibaca kasor dan lain sebagainya. Makanya aku sangat mengacungkan jempol dan
kagum sama orang yang mahir di bidang nahwu shorof ini. Luar biasa.
Aku masih belum lupa, ketika waktu mengkaji
kitab alfiah karena aku kurang suka. Aku tidak paham dan tidak mencoba ingin paham,
bahkan jika setiap jadwal alfiah, aku selalu membawa buku ubudiah (kumpulan
do’a-do’a).
Alhasil, tiba suatu ketika jadwal alfiah
kembali. Aku duduk di belakang, menyandar di tembok majlis, seperti biasa,
bukan memperhatikan Pak Kiyai menyampaikan pembahasan, aku malah sibuk
melanjutkan tulisanku.
Pada akhirnya tertidur dengan posisi duduk, kepala nyender ke tembok. Pak Kiyai malah
memanggil namaku dan menyuruhku membaca kitab. Kena deh aku. Batinku sesal.
Akhirnya sahabatku Denuh menyodorkan kitabnya padaku.
“Sial nih Denuh, mana coretannya? Mengapa kitabnya masih bersih. Hanya ada tanda ruju,
ari, eta, pirang -irang, itu saja? Aahh iya, aku lupa karena Denuh sudah senior, ia sudah banyak tahu mufrodat,
sehingga tidak perlu banyak coretan, yang penting bisa kebaca oleh diri
sendiri.”
Aku melirik Denuh dengan wajah memelas, dan Denuh malah membalas dengan tertawa kecil.
“Aku bantu,” bisiknya padaku.
Akhirnya aku dapat menyelesaikan membaca kitab
walau teputus-putus karena selalu menunggu Denuh memberi tahu terlebih dahulu, jika aku mogok. Sejak kejadian itu aku selalu duduk di barisan
paling depan supaya tidak kembali nyender ke tembok.
Itu sekilas kisah tentang bagaimana aku yang
sampai sudah saat keluar dari pesantren hatiku masih belum ada ketertarikan
pada nahu shorof atau yang biasa disebut ilmu alat. Paling yang aku tau hanya
mubtada khobar dan piil pa’il saja.
Selain nahu shorof tadi santri juga dikenalkan
dengan fiqih dan tauhid. Nah, kalau yang dua ini aku suka. Bahkan aku tidak mau
melihat ada kitab fiqih atau tauhid yang bolong atau ada bab yang tertinggal.
Kalau pun aku berhalangan tidak bisa ikut ngaji, seperti halnya mungkin karena
sakit atau sedang pulang, yang akhirnya ketinggalan atau karena tidak bisa mengejar
coretan, aku pasti meminta tolong kepada kakak senior untuk membacakan kembali.
Sambil aku meneliti dan melengkapi yang tertinggal.
Namun semakin aku mengenal fiqih ternyata
kesana lebih dalam lagi pembahasan. Dan simpulnya karena fiqih ini membahas
suatu hukum. Maka timbul juga berbagai pendapat ulama ulama. Aku jadi takut
keliru sendiri. Sehingga aku lebih senang mengkaji tauhid. Aku merasa, nyaman, tenang,
dan merasa seperti hati lebih dekat pada sang pencipta.
Aku juga masih selalu memutar nadhom “aqo’idul
iman” setiap harinya karena didasari dengan cinta terutama. Nadhom aqo’idul
iman ini. Bahasa Sunda. tapi pokok intinya bahwa aqo’idul iman ada 50. Yakin
dan ketahuilah olehmu jika memang kamu merasa orang beriman. Aqo’id 50
merupakan dasar aqidah yang wajib diketahui oleh semua umat muslim. 50 aqo’id
ini dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:
Aqidah ilahiyah (merupakan kepercayaan tentang
ketuhanan?) 20 yang wajib di Allah, 20 yang mustahil bagi allah, sifat ja’iz
nya 1.
Aqidah nubuwwiyah (merupakan kepercayaan
tentang adanya utusan tuhan (nabi/rasul). 4 yang wajib bagi rosul, 4 yang
mustahil bagi rosul, sifat yang ja’iz
nya 1.
Pengelompokkan
sifat sifat Allah dan artinya:
Sifat yang wajib di rosul: siddik (benar),
amanah (jujur), tabligh (menyampaikan), fatonah (bijaksana).
Sifat mustahil: kizbu(bohong),khianat (tidak
jujur), khitman (menyembunyikan), biladah (bodoh).
Sifat ja’iz: merupakan sifat rosul yang
menyerupai manusia. Contohnya; lapar, haus, bahagia, sedih, sakit, tidur, berkeluarga,
bahkan rosul pun dapat meninggal.
***
Itu hanya sebagian yang saya tulis. Yang
jelas, pesantren tidak hanya mengajarkan itu. Ada lagi yang namanya kitab ahlakul banat.
Yang mana kitab itu berisi tentang bagaimana seorang perempuan berakhlak. Ada
juga kitab ahlakul baninnya juga ada kitab ta’lim muta’lim yang sangat aku
sukai pula. Karena kitab ini berisi pentingnya para santri memiliki pengetahuan
tentang adab terhadap guru dan dalam menuntut ilmu, serta mengamalkannya itu
menjadi kunci utama para santri menuju sukses.
Ada pula kitab qomi tughyan yang juga termasuk
kitab yang saya suka. Kitab ini memiliki 77 bahasan. Sebagaimana 77 cabang iman
yang dinadhomkan dari kitab asalnya. Di dalamnya syekh nawawi banyak mengutip
hadits, ayat al qur’an, kisah dan motivasi untuk peningkatan kualitas hidup dalam
ketaatan pada Allah SWT.
Ada juga kitab ujudul jain. Kitab ini
dijadikan pembahasan tentang konsep keluarga sakinah. Kitab ini juga banyak
dikaji oleh kaum perempuan sebagai bekal dalam kehidupan berumah tangga karena
di dalamnya banyak menyinggung seputar perempuan. Beberapa garis besar bahasan dalam
kitab ukuduljain antara lain;
-hak hak istri yang wajib dilaksanakan suami.
-penjelasan hadits-hadits yang menjadi dalil atas besarnya pahala
orang yang menggauli istrinya dengan cara yang baik.
-hak hak suami yang wajib dilaksanakan istri.
-dan lain-lain.
Masih banyak lagi kitab kitab yang kami kaji.
Aku hanya bisa menyebutkan namanya,dan ini pun yang aku ingat saja. Awamil
paling dasar, sapinah, hadits arba’in, jurumiah, imriti, alfiah, riyadul
badi’ah, durrotun nasihin, tafsir jalalen, fathul qorib, tankihul qoul, fathul
mu’in, dan lain-lain.
Jika ditanya “apa kebahagiaan ketika di
pesantren?” Aku menjawab yaitu ketika aku mendengar kalimat من جد وجد man
jadda wajada. Ungkapan ini sangat cocok untuk dijadikan pegangan oleh semua
orang. Bagiku ungkapan ini menjadi bahan penyemangat untuk meraih apa yang
dicita-citakan.
Cobaan dan rintangan pasti akan ditemui, tapi
dengan keaungguhan itu akan bisa dilalui. Ungkapan ini merupakan bagian dari
kata-kata mutiara atau kata-kata bijak yang diajarkan di pondok pesantren.
Diajarkan dalam bentuk pelajaran mahfudzot, yang artinya materi hafalan.
Dalam mahfudzot sendiri banyak ditemui kata
kata bijak yang diawali dengan kata man (siapa) atau “barang siapa”
diantaranya;
من ظلم ظلم /man
dholama dhulima; siapa yang menzalimi akan terzalimi.
من سار على الدرب وصل /man
saaro ala darbi wasola; siapa berjalan pada rel nya akan sampai.
من صبر ظفر /man
sobaro dhofiro; siapa yang bersabar beruntunglah ia.
من ىزرىحصد /man
yazro yahsud; siapa menanam dia akan memetik.
من قل صدقه قل صدىقه/man qola
shidquhu qola shidiquhu; siapa sedikit kejujurannya,sedikit temannya.
من جد وجد/man
jadda wajada; siapa yang bersungguh sungguh,dapatlah ia.
ليس الجمال باثواب تزيننا ان الجمال جمال العلم واعدب/ laisal
jamalu biatswabi tuzayyinuna innal jamala, jamalul ilmu wal adabi; bukannya
keindahan itu dengan pakaian yang menghiasi kita, tapi keindahan itu adalah keindahan
ilmu dan adab.
Itu hanya sebagian saja dari pelajaran
mahfudzot yang aku tuliskan. Aku sangat senang menghafal atau terkadang selalu
membaca baca ulang pelajaran mahfudzot ini. Karena kata kata bijaknya selalu
aku jadikan motivasi juga inspirasi.
Setelah aku mendengar kalimat man jadda wajada
itu, aku bertanya pada hatiku sendiri. Apa yang aku mau, apa yang aku suka, dan
apa yang harus aku kembangkan dan perjuangkan.
Dari semua pelajaran pesantren yang menurutku
banyak nilai plus yang kudapatkan disini, dari sisi sekolahnya yang bukan hanya
belajar pelajaran umum yang sama halnya seperti SD dan SMP dulu. Tapi di sini
ada pelajaran al mahfudzot, mutolaah, tarbiyyah, dan imla.
Di Pondok Pesantran ini selain ada tingkat SMP
ada juga tingkat SMK jurusan TKJ (Tekhnologi Komputer dan Jaringan).
Dari kitab kuningnya, mungkin hampir sama saja
dengan pesantren salafi. Kalau dari ekstra kurikulernya; ada muhadatsah,
muhadoroh, halakoh, pramuka juga, riyadoh, marawis, hadroh, bahkan pencak silat/ karate pun ada.
Jika mungkin kalian berfikir. “Wow amazing.”
Aku jawab. “yes very amazing” begitu banyak seharusnya ilmu yang aku gali. Tapi
itulah aku. Aku termasuk orang yang tidak percaya diri. Karena aku juga sadar
diri. Jika tiba pelajaran komputer, yang aku bawa ke lab lagi-lagi buku ubudiah. Yang penting bisa mengisi kekosongan
waktu sampai ketika tiba waktu prakrin
pun, aku malah sering mancing ikan di balong yang terletak di belakang Kantor UPT
Cipanas.
Lalu, bagaimana ketika bikin proposal dan
lain-lain? sahabatku Fahmi yang bantu guys dan tidak lupa tentunya kita input
juga foto-foto yang waktu mancing itu.
Fahmi adalah teman yang sangat menyebalkan
bagiku. Aku sering sekali ribut sama dia. Dia adalah laki laki satu satunya di
kelas. dia murid yang pintar. Yang aku suka dari dia, walau mungkin dia orang
berada, tapi dia sederhana.
Aku
masih sangat ingat sekali ketika kami selalu ribut pas mau berangkat magang/prakrin.
Hanya karena hal kecil, tidak mau bawa tas. Padahal aku cuma nitip satu barang
doank. Sampe tas itu malah di simpan di
pinggir jalan karena di antara kami tidak ada yang mau bawa. Padahal itu tas
dia loh. Lucu banget kan. Kebangetan.
Intinya mungkin memang kami sama-sama egois dan
sepertinya dia memang sangat senang bikin aku kesal. Anehnya, di antara banyak
teman lain, mengapa juga harus aku yang
sama Fahmi. Yang lainnya ada yang 4 orang, di kantor kecamatan dan sebagiannya
aku lupa di mana ditempatkannya.
Suatu ketika aku punya cerita unik. Bersama Fahmi
ini. Ketika suatu hari dia sakit. tapi
dia tidak mau bilang. Itu mungkin karena
malu juga ya, dia kan selalu bikin masalah sama aku. Lalu, Ibu Elis yang salah
satu petugas di Kantor UPT itu, menyuruh aku untuk memeriksa Fahmi dan
menanyakan. Sekiranya dia memang sakit, tolong dikasih obat,
Ketika aku datangi dia yang masih duduk di
ruangan salat melihat keadaannya, Aku tidak
bisa cuek ternyata. Dia terlihat sangat lesu, pucat, aku pegang keningnya
ternyata dia memang sakit sepertinya. Lalu aku segera keluar menyebrang jalan menuju
warung dan membeli obat. Kemudian mengambil segelas air putih dan memberikannya
pada Fahmi.
“Aku pengennya dibikinin, Kak,” pinta Fahmi.
“Ini orang dalam keadaan sakit pun masih saja
bisa ngerjain gue” dengusku dalam hati.
“Ok” kataku sambil berjalan kembali ke dapur. Kembali
membawa segelas air hangat. memberikannya, dan membantunya duduk untuk bisa
meminum obat.
Kini dia
sudah minum obat namun masih lemas
dan aku menyelimutinya. Membiarkannya istirahat dan tidur sejenak. Ketika aku
hendak pergi. Dia menarik tanganku.
“Mau kemana?”
“Ya lanjut kerja lah” jawabku.
“Aku mau kamu tetap di sini, sampai aku benar-benar
tidur,” pintanya.
“Ini orang, kalau saja tak lagi sakit. Heuh,
sudah aku jitak. Tapi aku tak tega lihatnya. Ya sudah. I dont have a choice. Just
say, “ok”.
Waktu sudah menunjukkan sore hari dan kami
harus segera kembali ke pesantren. Tapi karena Fahmi sedang sakit. Kami di antar
pakai mobil Pak Elan. Salah satu pegawai di UPT juga. Kebetulan ia adalah orang
yang sangat baik. Paling sering traktir baso.
Setelah sampai di gang masuk pondok. Aku turun
dari mobil. Tapi Fahmi belum juga turun. Aku membantunya berjalan hingga tiba
di depan gerbang pesantren, aku melepaskan tangannya seraya berkata “semoga
cepet sembuh.”
Aku masih berdiri memastikannya sampai dengan
selamat di depan asrama. Sebentar dia melirik ke belakang. Kemudian,
melanjutkan langkahnya kembali. Tiba setelah azan magrib , dan aku hendak ke
majlis. Salah seorang santri memanggilku dan memberikan selembar kertas.
“Dari siapa?”
“Kak Fahmi.”
“Hah??... mmm.. ok. Terima kasih.” Kataku sambil
menerima kertas itu dan segera berjalan ke majlis. Saking aku penasaran, aku
segera membuka kertas itu. Yang ternyata hanya kalimat singkat isinya, “thanks
for today”. Hahahaha... Aku jadi
tersenyum sendiri.. ‘’bisa juga ternyata
orang itu bilang thanks” batinku. Sebentar baik, sebentar lembut, sebentar
sweet, tapi kalau sudah balik ke aslinya. Dia seneng banget cari ribut sama aku.
***
Waktu terasa begitu cepat berjalan. Tak terasa
kini aku sudah kelas XI SMK. Kehidupan yang berliku ini, harus ada arah dan
tujuan. Islam sebagai agama yang sempurna telah membimbing kita bagaimana
seharusnya supaya memperoleh nilai dari ibadah. Laki-Laki yang dulu pernah
menyatakan perasaannya padaku. Ia memilih untuk memutuskan hubungan, dengan alasan tidak mau
menggangguku yang sedang belajar. Karena menurutnya prestasiku sangat down.
Yang tadinya SD-SMP selalu mendapatkan ranking. Lalu kenpa pas di SMK tidak? Perlu
aku jawab.
Sebetulnya sejak pertama kali aku mengenal
dunia pesantren, aku tidak lagi tertarik dengan sekolah umum. Aku lebih senang
memperdalami isi alkitab, menghafal do’a-do’a dan yang paling utama, aku sangat
suka public speaking.
Dulu, ketika masih smp aku punya cita-cita
ingin menjadi seorang guru sekolah. Tapi sekarang aku ingin bisa membagi ilmu melalui
public speaking/pidato. Entah mengapa hatiku sangat menuntun ke arah sana. Aku hanya
mengikuti kata hati.
Dulu yang aku tau do’a berwudhu itu hanya
singkatnya saja. Tapi disini aku menemukan akarnya. Lengkap. Mulai dari do’a
melihat air. Kemudian membasuh tangan, mulut, hidung, dan seterusnya itu
berbeda. Bukan hanya itu. Ketika menghadap sang pencipta (salat) alangkah lebih
afdhol jika keadaan jasmani kita bersih. Periksa, mulai dari kuku. Mungkin saja
kotor karena kuku-kukunya panjang dan lain sebagainya. Lalu sampai ketika salat
tata cara yang benar itu seperti apa. Yang mana seharusnya kening kita ketika
bersujud itu menempel ke sajadah, dan lain-lain.
Lalu apa faaidahnya jika kita salat tapi pkiran
kita melayang entah kemana dan kita sadar kita sedang tidak khusu tapi kita
membiarkan itu.? Itu yang fatal. Aku sangat berterima kasih sekali kepada pondok
ini terutama yang dengan tangan terbuka menerimaku apa adanya.
Di sini aku banyak mendapatkan ilmu-ilmu yang
sebelumnya aku tidak tahu dan luar biasanya, kekuatan pesantren ini mampu
menarik aku untuk lebih mementingkan ilmu agama daripada dunia. Aku yang dengan
segala kesederhanaanku, bertekad untuk bisa membuktikan kepada keluargaku
terutama bahwa aku bisa. Jika harus aku mengeluh dengan keadaanku yang berbeda
dengan santri lain, bahkan pernah ada yang kebetulan masuk ke kamarku. Lalu
melihat sisa gorengan 1. Ia bertanya kepadaku.
“Ini kamu beli waktu pagi?”
“Iya. Aku beli 2. Kan kalau Cuma 1 terlalu
malu.
“Kamu kok ngirit banget sih beli gorengan Cuma
2, satunya lagi disimpan buat makan siang. Udah dingin kan gak enak kali,” ocehnya
panjang lebar.
“Aku kan bukan kamu. Yang mungkin kebutuhan
kamu selalu terpenuhi,” jawabku sambil tersenyum kecil. Kalau pas pulang aku
sengaja bikin ikan lado tempe tapi dikeringkan.
Itu biasa aku bikin satu toples ukuran sedang. Biar tidak cepat basi. Aku juga
membeli kecap botol. Karena jika kehabisan bekal kan tinggal ambil nasinya
saja. Lalu diaduk dengan kecap.
Bahkan pernah suatu ketika ayahku datang ke
pondok, lalu masuk ke kamarku dan melihat kangkung 1 ember. Dia bertanya.
“Ini ada makanan kelinci banyak banget?” Dia tidak tahu saja kelincinya itu ya
anaknya. Aku hanya menjawab dengan
senyuman.
Itulah mengapa
pula aku meminta kepada Ustazah untuk menempatkanku di kamar bawah. Kamar Fatimah.
Karena Kamar Fatimah itu ruangannya kecil-kecil dan hanya bisa diisi 2/3 orang
saja perkamar.
Di sini, di kamar ini, aku menemukan seseorang
yang menjadi sahabat karibku. Kak Rohmaeti
namanya. Dia adik kelas aku. Beda satu kelas sama aku. Kami sama sama berasal
dari keluarga yang serba kekurangan. Itu mengapa aku dan dia bisa lebih terbuka dan yang
membuat aku suka lagi, dia orangnya rajin, juga sangat baik. Itu yang
terpenting. Namun di tengah perjalanan tepat ketika hampir mendekati prakerin
ia memilih mundur dengan alasan orang tuanya tak sanggup lagi membiayainya.
Tapi itu memang bukan alasan semata kurasa. Karena aku juga tahu keadaannya. Aku
sangat merasa kehilangan seorang teman, tapi aku tahu apapun yang terjadi aku
harus tetap maju.
Dengan segenap perjuanganku, tekadku, dan daya
upayaku, aku jadi sering ikut lomba lomba yang berkaitan dengan public
speaking. Alhamdulilah selalu mendapatkan juara pertama. Karena, aku juga
selalu ingat ucapan Pak Kiyai pas aku turun dari panggung, Pak Kiyai bilang
kamu sudah pantas untuk bisa tampil di masyarakat. Itu pula mumkin yang menjadi
sebuah do’a dan allah mengabulkannya.
Kebetulan, ada saudara yang nikah. Lalu aku
diminta waktu untuk mengisi acara dan aku juga siap. Itu adalah moment pertama
kalinya aku terjun di masyarakat, bukan lagi pidato di lingkungan pesantren. Ketika
itu aku mendapatkan saweran satu kantong plastik uang.
Banyak orang kaget, tidak percaya juga mungkin
kalau ternyata suara yang lantang terdengar di setiap penjuru kampong. Baru
mereka percaya setelah datang sendiri mendekati panggung. Sebagian orang
berkata, aku tidak aneh. Karena dari waktu SD pun aku tahu otakmu encer.
Ada pula orang yang bilang aku tidak
menyangka. Seorang juminah yang dulu sering soren golok ke hutan. Ke tempat
penggalian batu kalimaya, sekarang berdiri di depan orang banyak. Sejak
kejadian itu, ayah juga sekali sekali datang ke pesantren, bukan menengok aku
atau kasih bekal. Melainkan untuk meminta izin untuk aku bisa pulang dulu
karena ada yang mengundang di acara nikahan dan alhamdulilah tanggapan Pak
Kiyai justru sangat senang dan mengizinkan.
Lagi-lagi seorang gadis berdiri di panggung
mengisi acara dengan bertemakan “Walimatul
Urs” (nikah). Terkadang, aku merasa canggung juga. Karena aku memang belum
nikah. Tapi karena aku punya dasar pernah mengkaji kitab uqudul jain aku ambil
materinya dari situ.
BAGIAN
KE-I4
GRADUATE
Tak terasa,
tiga tahun sudah aku di pesantren dan ini hari penglepasan santri
angkatan ke 4 yang mana nama angkatan itu “SEIKATSU” berasal dari bahasa Jepang
yang artinya kehidupan. Kali ini, aku tidak lagi dipilih untuk membawakan
pidato seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku mengusulkan ingin membawakan sebuah
puisi karena aku merasa di balik kebahagiaan ini, tak luput dari do’a juga jasa
dan perjuangan serta pengorbanan orang orang sekelilingku yang menyayangiku.
Aku merasa sangat bertanggung jawab untuk mengucapkan
berterima kasih karena walau dengan beribu rintangan juga cobaan, aku bisa
sampai di titik finish. Dengan membawa suatu kebanggaan untuk ayahku terutama,
orang kedua yang sangat aku cintai setelah sang pencipta insan.
Aku melihat ayah duduk di barisan ke 3. Sangat
jelas aku dapat melihat air matanya menetes ketika baris baris dari puisi itu
terus aku lontarkan dengan penuh penghayatan.
“Al-Qur’an
Tua.”
Coba,
coba kamu lihat dengan matamu.
Ia tak
lagi indah sepertu semula,
Ia sudah
tidak lagi gagah perkasa, hanya garis garis keriput dengan badan yang tak tegak
dimakan usia.
Tapi pernahkah
kamu kihat dengan hati sanubarimu?
Lihat.
Lihatlah dengan mata hatimu.
Tak
cukup, dengan penglihatan kasat matamu. Niscaya kamu akan melihat sesosok
makhluk allah yang sangat mulia.
Subhanallah,
dari setetes air hina kau tercipta tak sia sia.
Padahal
ia hanya sekedar lembaran Al-Qur’an tua. Sulit terbaca.
Walau
lapuk kehujanan, lekang kepanasan, tetap tak bisa kau langkahi begitu saja.
Jadi tak ada alasan untuk kau hina. Jadi tak
ada alasan untuk kau campakkan begitu saja.
Lembaran Al-Qur’an
tua itu adalah ayah ibu kita. Dari semenjak kau bayi hingga beranjak dewasa, semangatnya
tetap menyala untuk selalu membuatmu tersenyum bahagia.
Tak
peduli meskipun hatinya sakit menderita sekarang, coba bayangkan dan fikirkan
sejenak.!
Di kala
kamu sedang tertawa terbahak bahak, Al-Qur’an tua itu menangis memikul beban di
pundak.
Di kala
kamu makan dengan lahap, Al-Qur’an tua itu menangis, menjerit menahan sakitnya haus
dan lapar.
Di kala
kamu tertidur pulas, Al-Qur’an tua itu terbangun berharap harap cemas. Tetapi
kamu selalu saja mengeluh dan mengadu. Bahkan dengan senang hati membantah
dihadapannya.
Apa
memang karena kamu merasa ia sudah tua, tak lagi berguna atau kamu masih muda,
bangga merasa gagah perkasa?
Andai kamu tahu.
Ya, andai
kamu tahu.
Baik,
baiklah, akan aku beri tahu, karena aku sudah tak kuasa melihatnya harus
menahan rasa malu, dan derita akibat cerca’an manusia.
Lihat.
Lihatlah sekali lagi dengan mata hatimu atau kamu tidak bisa,
Lihatlah dengan
mata kepalamu sendiri. Dari siapa kamu dapatkan kain indah yang menempel di
badanmu?
Coba.
Coba ceritakan darimana kamu dapatkan lembaran uang itu.
Tolol, kalau kamu tidak tahu.
Durhaka kalau
kamu tidak mengerti. Sekarang, jawab pertanyaanku dengan jujur.!
Di mana
letak kepalanya?
Di mana letak
kepalanya jika ia sedang terjatuh akibat tamparan dunia.
Di mana
letak kepalanya jika ia tersungkur diatas hamparan tanah kotor berdebu?
Masihkah Al-Qur’an
tua itu kamu letak kan di pojok sana?” Tidak kah lebih baik jika ia di dekap dengan
kedua tanganmu.
Tidak kah
lebih indah jika ia diletak kan diatas sajadah, tempatmu bersujud.
Sungguh
malang nasibmu.
“Al-Qur’an
tua”.
Aku pun tak bisa lagi menahan bulir-bulir air
mata yang sejak dari tadi aku tahan. Ini hanya bagian inti dari puisi yang aku
bawakan. Selebihnya, aku tambahkan dengan sepatah dua patah kata ucapan terima kasihku
yang juga mewakili teman semua, kepada guru-guru kami semua. Ustaz/Ustazah terutama yang sangat berperan dalam segala
hal. Tak lupa juga kami memberikan support motivasi kepada adik seperjuangan
semua, untuk selalu sabar dan tetap semangat berjuang di jalan Allah.
Akhir kata kami meminta maaf yang sebesar
besarnya, jika selama kami menjadi santri disini banyak melakukan salah dan
khilaf. Tak lupa yang terakhir, kami meminta do’a dari semua guru terutama umumnya
kepada semuanya, agar ilmu yang kami miliki bermanfaat dan berkah في ادين، والدنيا،والاخرة. Ditutup
dengan salam,
BERSAMBUNG ***