Jumat, 13 November 2020

SAHABAT SEJATI


 

Malam tadi ada dua orang sahabat, yang sedang mempersiapkan kejutan kue ulang tahun. Mereka bersahabat cukup dekat. Mereka ingin memberikan kejutan ulang tahun  kepada sahabatnya. Malam ini, Sahabat mereka, Fitri ulang tahun. Mereka sibuk membuat kejutan dadakan dengan waktu hanya kurang dalam satu hari. Untung ada toko kue di Gajrug, jadi pesan dadakan langsung bisa jadi. 


Wow, romantis sekali kuenya. Untung sekali punya teman yang perhatian. Si Cantik berjilbab cokelat lalu berkata kepada saya "Sahabat sejati adalah sahabat yang selalu ada dalam suka atau duka." Satu kalimat yang menurut saya sangat dalam maknanya. 


Pernahkah kalian punya sahabat sejati? Yang selalu ada saat kita suka atau duka. Kalau buat saya, sahabat terbaik adalah yang seperti itu. Yang ada saat kita senang dan saat kita susah. Kalau ada sahabat yang ingin senangnya saja, itu bukanlah ciri sahabat yang baik. Bahkan jauh dari kata sahabat sejati. 


Sahabat sejati akan selamanya di hati. Tak lekang oleh jarak dan waktu. Tak pupus di makan usia.  Tak hilang ditelan alam. Tak pernah pergi saat diberi cobaan. Pokoknya sahabat sejati itu selalu berbagi. Bahagialah kalian yang telah punya sahabat sejati. Wow, jadi ngelantur gini yah. Lanjut ah..


Intinya, ikut tantangan AISEI telah membukakan mata dan perasaan. Semua yang dilihat dan semua yang dialami bisa saya jadikan bahan tulisan. Asyik sekali rasanya. Tanpa terasa tantangan hari ke 10 bisa lunas malam ini. Semangat terus ya. 


Salam blogger inspiratif

Aam Nurhasanah, S.Pd.


#Day10NovAISEIWritingChallange


EKSPEKTASI VS REALITA


Narasumber satu ini adalah Jamila K. Baderan, M.Pd. Lahir di Sidoardi, 14 Juni 1978. Beliau adalah salah satu guru di SDN No 30, Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo. Nama blognya disambut dengan branding ENCIK MILA. Untuk CV beliau bisa kunjungi  link berikut. 


Encik Mila adalah alumni peserta kelas belajar menulis gelombang ke 5, yang naskah bukunya tembus ke Penerbit Mayor yang berjudul "Design Thinking, Membangun Generasi Emas dengan Konsep Merdeka Belajar." Buku ini adalah kolaborasi dengan Prof. Ekoji (2020). Ada juga buku solonya yang berjudul Ekspektasi Vs Realita (2019). Judul bukunya seirama dengan topik materi yang akan kita bahas.



Malam ini saya tetap bertugas sebagai moderator dan mendampingi narasumber. Materi yang dibahas malam ini tentang "Mengubah Ekspentasi Menjadi Prestasi." Pernahkah kalian mendengar kata ekspentasi? Tentu bagi sebagian orang, kata ekspentasi sudah sangat familiar. Tapi bagi sebagian orang awam, pasti merasa bingung dan belum mengerti benar arti dari kata ekspentasi. 



Ekspektasi adalah harapan yang ingin dicapai oleh seseorang di dalam kehidupannya. Ekspektasi juga diartikan sebagai harapan atau berupa keyakinan yang dapat kita capai di masa depan. Tentunya, ekspektasi semua peserta di kelas belajar menulis adalah mengetahui ilmu menulis sampai bisa menerbitkan buku. Saat ekspektasi itu sudah tercapai, tentu ekspektasi yang lain akan muncul kembali.


Saat kita mengikuti kelas belajar menulis, dan buku solo kita sudah terbit, ekspektasi kita berarti sudah terwujud. Namun, di tengah perjalanan pasti banyak peserta yang tidak fokus karena hanya sekedar ikut dan tidak mengerjakan tugasnya dengan baik. Ekspektasi yang seperti itu kebanyakan karena hanya mengharapkan sertifikat semata. 



Setiap pembukaan kelas belajar menulis Omjay, selalu penuh sampai 257 peserta. Tapi yang aktif di setiap gelombang hanya 30-50 orang saja. Yang lainnya hanya menyimak atau mengintip saja. Sehingga ekspektasi yang di dapat hanya sebatas peserta pasif yang tak kunjung lulus dan menjadi alumni. 


Bagi yang sudah menerbitkan buku, tentu ekspektasinya sudah terwujud. Ahasil, mereka yang lulus dan mampu menerbitkan buku, mendapatkan penghargaan berupa sertifikat senilai 40 jam. Saya adalah saksi hidup yang gagal di gelombang 8 karena tidak fokus dan tertinggal banyak resume. Di gelombang 12 akhirnya mengulang kembali dan akhirnya lolos dan mampu menerbitkan buku solo.



Bagi sebagian peserta yang masih malas atau belum membuat resume, segeralah menulis. Apabila Anda sudah sampau di resume ke 20, segeralah format ke word lalu gabunglah naskah dari resume 1-20 tersebut hingga terangkai menjadi naskah yang bermutu. 


Tak perlu takut mencoba karena merasa masih penulis pemula. Seorang penulis besar tentu berawal dari penulis pemula. Tidak ada yang instan. Semua kerja keras memerlukan proses. Sehingga ekspektasi (harapan) yang dituai nanti akan sesuai dengan realita (kenyataan) yang di dapat. 


Inilah inti dari materi bu Jamila dari sudut pandang saya. Semoga para peserta tetap semangat dalam mewujudkan ekspektasinya untuk jadi penulis hebat dan menginsiprasi semua orang seperti judul buku yang saya tulis "Mengukir  Mimpi Jadi Penulis Hebat." Tetap semangat ya..


Salam blogger inspiratif
Aam Nurhasanah, S.Pd. 


#Day09NovAISEIWritingChallange










SANG BUKU MENDARAT DI NTT

 


Kemarin sore, dapat WA dari Cikgu Tere bahwa buku saya yang berjudul "Mengukir Mimpi Jadi Penulis Hebat" telah mendarat dengan selamat. 


Senang sekali "Sang Buku" telah mewakili penulisnya untuk  mengelilingi nusantara. Ia telah menjelajah Kota Bekasi, Cianjur, Rembang, Banten, Solo, Bali,  bahkan sampai Nusa Tenggara Timur(NTT). Tak terasa, sudah cetak ke 3 kalinya dengan jumlah 72 eksemplar. Jumlah yang sangat fantastic bagi saya yang masih pemula. 


"Sang Buku" yang tak pernah lelah berbagi pengetahuan tentang menulis buku sampai bagaimana buku itu lahir. Ia selalu menjadi alasan untuk mengingatkan penulis untuk tetap menulis dan menerbitkan buku.  Ia menjadi jejak dan langkah pertama menempuh karir saya sebagai penulis hebat. 


"Sang Buku" yang tak pernah lelah berbagi ilmu mengajarkan pada dunia bahwa menulis itu tidak sulit. Menulis itu butuh kesabaran. Keterampilan itu didapatkan dengan latihan menulis setiap hari. Banyaklah membaca buku, maka akan semakin mudah untuk Anda saat menulis buku. 


Percayalah pada diri sendi. Baik buruknya tulisan akan berubah dari jumlah jam terbang Anda. Semakin banyak kita menulis, tulisan kita akan semakin bagus. Tentunya itu akan menjadi kisah panjang jadi sayang kalau terlewat begitu saja. 


Tulislah dengan hati maka tulisan akan sampai ke hati pembaca. Menulis dengan hati lebih semangat daripada menulis saat mengandalkan mood saja. Tulislah apa yang kamu sukai dari hal yang kecil atau hal ringan. Perhatikan peristiwa yang terjadi di sekitar kita. 


Sudah 3 hari ini, rasa malas menulis kambuh lagi. Benar sekali, sebenarnya menulis itu tidak sulit. Yang sulit adalah memulai tulisan.  Memang 3 hari ini saya sedang fokus mengedit naskah antologi bersama bu Kanjeng jadi 3 hari ini tertinggal tantangan menulis Day AISEI Writing Challange. 


Berbagai kesibukan pasti akan menunda kita dalam menulis. Namun, bagaimana tetap menjaga  konsistensi dalam menulis, tetap harus dipertahankan. Hal itu dapat dilakukan dengan meraffel tagihan tulisan. Jika sudah lenggang, lunasilah hutang tulisan itu. Nyicil dulu yah, Mba Dea. Masih kurang 2 artikel nih. Semangat!!!

Salam Blogger Inspiratif
Aam Nurhasanah, S.Pd.

#Day08NovAISEIWritingChallange




Selasa, 10 November 2020

SELAMAT HARI PAHLAWAN



Hari ini kegiatan padat sekali. Saya harus mengikuti 3 kegiatan sekaligus. Dari pagi sampai siang, harus ke Pondok. Pulang dari pondok harus mengikuti sosialisasi kejaksaan terkait UU Bupati Lebak no 28 tentang AKB pencegahan Virus Corona. 


Sambil mengikuti sosialisasi, saya sempatkan menghadiri Webinar PJJ DARING DAN LURING dengan narasumber Prof. Ekoji dan narasumber yang lain. Selain itu di akhir acara juga diumumkan juara lomba blog nasional dalam memperingati hari sumpah pemuda. 


Pengumuman lomba blog ini diumumkan tanggal 10 November, pukul 14.00 seraya bersamaan dengan hari Pahlawan Nasional. Ada 10 besar yang diumumkan, dan hanya 3 orang yang terpilih mendapat juara 1,2, dan 3.  Hadiahnya berupa uang, hp, dan printer baru. 


Bagi saya, soal kalah itu hal yang biasa yang penting sudah berpartisipasi dengan mencobanya. Dengan mengikuti lomba setidaknya kita punya pengalaman berharga yang tak ternilai harganya. Bagi saya, semua peserta sudah menjadi juaranya. Hal ini makin meningkatkan semangat untuk terus berkarya. 

Buku saya kini sedang dalam proses cetakan ketiga. Walaupun kali ini belum beruntung menjadi juara blog, tapi saya beruntung memiliki teman-teman yang berharga dan  selalu mendukung karir baru saya. 

SELAMAT HARI PAHLAWAN! 

Salam blogger Inspiratif

Aam Nurhasanah, S.Pd.

#Day07NovAISEIWritingChallange







 

Senin, 09 November 2020

SEBUTIR PASIR YANG BERMAKNA


 “Teruslah memberi arti pada setiap orang yang kau temui. Dalam setiap hal yang kau lalui, dan untuk setiap waktu yang kau miliki (Neng Ditta).” 

Sebutir pasir yang sangat bermakna dan saya simpan di lubuk hati yang paling dalam. Baru kali ini mencoba membuka paragraf, dengan dimulai kalimat penutup yang sangat berarti. 

Teringat semasa dulu saya ini hanyalah sebutir pasir yang tak bermakna. Dengan mengenal blog melalui kelas belajar menulis, akhirnya butiran pasir ini telah melahirkan sebuah karya. Buku antologi dan buku solo yang laris manis diburu peserta.  Sungguh berkah yang luar biasa. 

Setiap peserta pasti memiliki passion menulis yang berbeda. Itu terlihat dari resume yang dikirimkan ke grup belajar menulis. Saat saya main ke rumah mereka, aura semangat peserta sangat membara. Bagi saya, materi malam ini telah membuka cakrawala dunia, bahwa dengan menulis, dunia akan terasa lebih berwarna. 

Ditta Widya Utami, S.Pd. seorang narasumber muda, cantik, dan berprestasi, kelahiran Subang 23 Mei 1990 ini telah mengukir segudang prestasi. Malam ini  Si Cantik Jelita sudah dinanti-nanti ratusan peserta. Bahkan Bunda Tini  memanggilnya dengan sebutan “neng” artinya gadis muda dalam bahasa sunda karena usianya sebaya dengan putrinya. 

Neng Dita adalah salah satu peserta kelas belajar menulis alumni gelombang ke 7 yang bukunya tembus ke penerbit mayor yang berjudul "Menyongsong Era Baru Pendidikan."

Ada dua hal materi  yang paling  saya ingat dalam pertemuan malam ini yaitu bagaimana memulai tulisan sampai bisa menerbitkan buku. Tentu bagi penulis pemula, hal ini masih terasa sulit karena belum mengetahui alurnya. Namun Neng Dita  menjelaskan dengan rinci, setiap alur yang harus dilalui peserta. 

Untuk memulai sebuah tulisan, kita bisa lalui 5 tahapan berikut. 

1. Ikut kelas menulis misal kelas belajar menulis Omjay

2. Ikut komunitas menulis misal komunitas MGMP, MKKS, KKG, Komunitas Aksara Bermakna(KAB), dll

3. Ikut lomba menulis.

Wah ini pengalaman pertama saya ikutan lomba blog. Tapi belum pernah menang. Bagi saya yang terpenting ikut memeriahkan. Kalau menang, anggap jadi bonus tambahan. 

4. Menulis apa saja yang ada di sekitar/dalam keseharian kita. 

Hal ini bisa kita mulai dengan menulis apa yang kita lihat, kita dengar dan kita alami.  Saat saya mengikuti kelas Munif Chatif, beliau berkata “ ingatlah moment spesial dalam hidup Anda, lalu tuliskanlah kembali. Ternyata, begitu banyak moment spesial yang tidak kita tuliskan dan terlewat begitu saja. Maka, mulailah menulis dari sekarang.” 

5. Menulis apa saja yang kita suka.

Mulailah menulis dari hal kecil dan yang kita sukai. Maka itu akan terasa lebih mudah. Menulis itu tidak sulit. Yang sulit adalah memulai tulisan. Jika kita menulis apa yang kita sukai maka smua akan terasa menjadi mudah.  Tulislah puisi, cerpen, pantun, novel, drama, memoar, artikel atau apa pun yang kalian sukai. 

Tulislah sesuatu yang bisa memberikan manfaat pada orang lain. Tulislah dan postinglah ke dalam blog. Jikan Anda suka memasak atau berkebun dengan menanam tanaman, akan lebih bermanfaat jika ditulis dan di bagikan ilmuna pada khalayak ramai. Jika kita menulis setiap hari, makaakan mengasah keterampilan anda dalam menulis. 

Terkait menerbitkan buku, Anda bisa melakukannya secara antologi (keroyokan) maupun secara individu(Solo). Jika kita menerbitkan buku solo, tema bisa sekehendak kita. Tidak ditentukan tenggat waktu. Semua hal dilakukan secara mandiri. Dimulai dari menyusun cover, membuat kata pengantar, daftar isi, halam buku, profil penulis tidak lupa sinopsis buku yang akan dibuat. Berbeda halnya  Jika kita menerbitkan buku antologi, kita harus mengikuti aturan dari kurator terkait jumlah halaman, dan aturan lainnya. Terkait biaya penerbitan, tentu lebih murah buku antologi karena ditanggung bersama/ patungan. Sedangkan kalau menerbitkan  buku sendiri, biaya produksi buku ditanggung sendiri. 

Menurut saya, sebagai penulis pemula perlu sekali membuat buku antologi. Mengapa? Karena buat saya, kesuksesan saya sebagai seorang penulis akan mengantarkan kita menjadi seorang penulis besar. Menulis antologi akan menjadi lecutan semangat kita untuk terus berkarya sampai menerbitkan buku solo. Buktinya, 3 buku antologi telah saya ikuti dan mengantarkan saya menjadi penulis hebat yang naskahnya sudah terjual 72 eksemplar, dan satu buku solo yang berjudul parenting 4.0. sudah lolos seleksi penerbit mayor. 

Ibarat pepatah mengatakan, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Maka dimulai dari nothing to be something. Dari kecil jadi besar. Dari penulis pemula sampai menjadi penulis best seller. Bismilah, semoga Allah memudahkan langkah kita untuk menjadi penulis ternama seperti penulis buku Blogger Ternama, Bapak Wijaya Kusumah, M.Pd. Lahap membaca akan menjadikan Anda semakin gemuk menulis.  Semangat terus. Salam literasi. 

Salam blogger Inspiratif

Aam Nurhasanah, S.Pd.

#Day05NovAISEIWritingChallange


Minggu, 08 November 2020

JEJAK DIGITAL MOTIVATOR ANDAL

 


Baru melihat konsepnya saja, semangat menulisku semakin membara. Seperti dua jejak kaki dengan bara api yang menyulut semangat penulis pemula.


Bu Kanjeng adalah narasumber kelas belajar menulis yang semangat literasinya patut diacungi jempol. Usia yang menginjak setengah abad, tak menjadi penghalangnya. 


Nama bu Kanjeng lahir dari salah satu kolom humor kompasiana. Beliau selalu menjadikan suaminya seorang tokoh bangsawan Solo yang sok tahu dan berwawasan luas. Begitulah nama bu Kanjeng terkenal sampai seantero nusantara. 


Dengan menggandeng penulis pemula, rasa kepercayaan diri semakin bertambah. Dari buku keroyokokan(antologi), baru nanti bisa buat buku sendiri(solo). Seperti kisah saya yang dimulai dari menulis buku antologi. Seperti kata pepatah, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Dari hal kecil baru menuju hal yang besar. Begitu pula dengan perjalanan menulis. 


Buku antologi ini adalah buku ketiga saya. Buku yang lahir karena tercebur arus semangat kelas belajar memulis yang dibuat oleh Om Jay. 


Buku antologi menjadi lecutan semangat untuk penulis pemula. Yakinlah pada diri bahwa, biarkan tulisanmu menemukan takdirnya. 


Salam Blogger Inspiratif

Aam Nurhasanah, S.Pd.


#Day05NovAISEIWritingChallange

Sabtu, 07 November 2020

CERPEN ESTAFET KAB




CERPEN ESTAFET

Satu minggu ini saya baru bergabung dengan Komunitas Aksara Bermakna disingkat KAB. Komunitas ini sangat wellcome sekali. Setiap hari peserta ditantang membuat karya sendiri. 

Komunitas ini dibuat oleh Bunda Usrotun Hasanah. Beliau seorang editor handal dan  sangat ahli dalam membenarkan kata atau kalimat yang salah. Jadi selain kita membuat karya, kita juga diajarkan tata kalimat yang baik dan benar. Asyik sekali bukan?


Hari Sabtu adalah hari dimana peserta diminta berkonstribusi untuk membuat cerpen estafet(bergantian). Setiap peserta diminta mengisi list agar mengetahui urutan masing-masing. Saya ada diurutan k 9.


Kak Usrotun Hasanah mengawali kutipan cerpennya. Cerpen ini dimulai dari jam 15.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB. Inilah hasil dari Cerpen Estafet yang kami praktikkan bersama. 


SECANGKIR KISAH

Oleh: Komunitas Aksara Bermakna (KAB)

Angin malam menyelimuti tidurku, dengan alunan daun-daun yang menari bersama hangatnya cahaya kesunyian. Malam ini tidak seperti biasanya, aku melamun menatap sesosok bidadariku yang tergambar bersama kenangan-kenangan lalu. Betapa bodohnya diriku. Oh, Tuhan, mengapa ini harus terjadi? Isak tangisku tak kunjung henti bersama rasa sesal dalam hati.


Tok … tok ... tok ….

Terdengar suara di balik pintu kamarku. Aku tahu, seseorang yang mengetuk pintu kamarku tak lain adalah ayahku.


“Ra, kamu sudah tidur?” tanya ayah dengan sangat lembut.


Aku bergegas menarik selimutku sebelum ayah masuk ke kamarku. Aku tidak ingin ayah tahu kalau aku sedang menangis.


“Ternyata anak ayah sudah tidur, ya.” Ayah mengusap kepalaku lembut.


Sentuhan lembut yang ayah lakukan itu sama seperti seseorang yang telah melahirkanku yang kini tidak ada di kehidupanku lagi. 


Sesaat kamarku hening, hanya detak jam dinding yang memenuhi kesunyian ini. Tiba-tiba sebuah tetes air mata terjatuh di pipiku, tapi kini bukan air mataku. Ayah, jelas ini air mata ayah! Ayah menghapus air matanya dan meninggalkan kamarku. Tak kurasa, isakan tangisku ini membuat mataku sangat berat hingga membuatku terlelap. *(Usrotun Hasanah)*


Kring... Kring... Kring...

Bunyi jam beker membangunkanku dari tidur lelapku. Kulihat jarum jam menunjukkan pukul 03.00 Wib. Seperti biasanya, aku menuju kamar mandi untuk mengambil wudu dan melaksanakan salat tahajud. Tidak seperti biasanya, aku sangat merindukan ibu. Mungkin ini adalah pertanda waktuku di dunia tidaklah lama lagi. Ku panjatkan doa untuk beliau dan ayah. Semoga kelak kami bisa bertemu di surga-Nya. *(Anis Surofah)*



Setelah sholat Tahajud aku tak bisa kembali memejamkan mata, padahal shubuh masih agak lama, aku membaringkan tubuhku, dan ternyata tak bisa kupejamkamkan juga mata ini.


Sayup- sayup kudengar suara tahrim masjid berbunyi. 

"Ahh sudah subuh, padahal aku masih mengantuk"

Gumamku. 


Akhirnya aku beranjak dari kamar dan masuk ke kamar mandi dan bergegas sholat subuh dan berencana setelah sholat subuh akan berolahraga sejenak sambil keliling komplek perumahan sambil menunggu matahari terbit.

*(Yuliani)*


Fajar mulai menyingsing, aku pun menghentikan langkahku sejenak. Aku tahu tenagaku sudah tidak kuat seperti dulu. Fonis yang diberikan dokter membuatku lemah secara fisik, namun aku menerimanya dengan ikhlas. Jalananenuju rumahku masih terlihat sepi. Aku pun merebahkan tubuhku di teras, dan ku ambil ponselku yang sejak dari tadi berbunyi terus notifikasi masuk. Lalu kudapati chat yang masuk dari Rayhan pacarku.


Rayhan: Ra, nanti siang aku jemput ya.


Aku hanya membalas dengan kata O.k *(Sri Ncie)*


Seperti biasa, kegiatanku di hari Minggu. Selepas _jogging_, aku membereskan rumah dan memasak untuk ayah. Mak Tuti, asisten rumah tanggaku libur setiap hari Minggu.

 Sebenarnya, kami tidak butuh asisten rumah tangga. Tapi semenjak aku sakit, dokter selalu berpesan jika aku harus banyak istirahat.


"Yah, aku pamit keluar sebentar," pamitku pada ayah yang sedang membersihkan kebun di depan rumah.


"Mau kemana, Ra," tanya ayah sambil tersenyum melihat penampilanku yang rapi. 

Aku tersipu malu ayah tersenyum seperti itu.


"Aira mau ketemu teman sebentar. Boleh kan, Yah?" aku merajuk.


Ayah pun mengangguk sambil berkata, "Hati-hati, Ra. Jangan pulang terlalu sore! Ingat,  kamu tidak boleh lelah."


Kucium tangan ayah dan aku bergegas pergi dengan bahagia, karena sebentar lagi aku mau ketemu Rayhan.


*(Yayah Fatmiyati)*                                                                                                                  Aku keluar menuju gerbang. Rahyan pun sudah bersiap untuk mengajakku pergi ke tempat terindah. Ternyata Rahyan mengajakku ke taman bunga.  Begitu indah suasana alam yang disuguhkan. Hatiku bahagia menyusuri tempat yang indah bersama sosok yang ku cintai. Hariku terasa lama saat ku bersamanya. Dia menyemangatiku, memberikan kekuatan dan ketulusan yang ku rasa. Sungguh aku masih betah di dunia ini. Harapku yaitu ingin bersama sosok yang ku cinta untuk waktu yang lama. Rahyan sosok yang berharga dihidupku. Aku berjalan melihat hamparan bunga. Rahyan memetik satu bunga yang mekar dan wangi. Aku tersenyum dan tetap dengan harap indah, semoga ini bukan bunga terakhir yang ia berikan aku masih ingin menghirup udara hari ini bersama sosoknya. Kami berfoto dengan berbagai fose. Tiba-tiba kepalaku pusing. Rahyan berkata "Kamu kenapa sayang? Tidak kenapa-napa aku baik-baik saja sayang. Tapi...  wajahmu begitu pucat. Tidak aku baik-baik saja yuk kita duduk disana.   *(Yuli Marsela)*


Rayhan memapahku menuju tempat duduk yang ada di dekat taman bunga. Ia mengajakku duduk tepat di sampingnya, sesaat ku menghela nafas panjang,  tak terasa keringat dingin bercucuran keluar dari dahiku. " Ra, istirahatlah dulu, jangan banyak gerak biar stabil nafasmu sayang.", Ucap Rayhan. Aku sandarkan kepalaku di bahu Rayhan, tak terasa air mataku menetes. "Sayang , aku masih ingin bersamamu, menikmati setiap hal bersamamu, melahirkan anak-anak kita kelak." , Kataku ke Rayhan  sambil tak terasa air mataku terus menetes membasahi pipiku. Memang bagiku Rayhan adalah semangatku yang selalu ada untukku. 


Perlahan Rayhan duduk tepat di bawah tempat dudukku, ia memegang kedua pipiku  sambil berkata, "Ra, kamu akan tetap tersenyum, melahirkan anak-anak kita, memasak untukku, membuatkan kopi setiap saat untukku." Sambil terus memandang kundengan tatapan yang begitu membuatku semakin terbuai dan serasa tak sanggup bila harus berpisah dengannya.


Perlahan matahari mulai menyembunyikan sinarnya dengan malu-malu, inilah saatnya kami kembali ke rumah, namun sebelum pulang seperti biasa kami mampir ke tempat makan langganan kami. *Asih awaffa florist*


Sesampai di rumah, Ayah langsung menghampiriku. 

"Ra, mukamu pucat."

"Kamu kelelahan, Ra."

Sambil memapahku menuju kamar, ayah memperhatikan dengan seksama.


Bruk...

Sebelum sampai kamar, aku ambruk dalam dekapan ayah.


"Ya Allah..., Ra... Ra..." seru ayah panik.


Saat membuka mata, aku sudah berada dalam ruangan yang serba putih. Ayah tertidur di samping ranjang. 

Ah, aku selalu merepotkan ayah. *(Ratna Yee)*


Ku lihat wajah ayah yang tertidur dengan penuh rasa cemas. Ayah memegang tanganku erat-erat. Seperti tak ingin melepaskanku pergi dari dunia ini. 


Oh Tuhan.. Sebenarnya aku ingin selamanya bersama ayah. Namun aku merasa, waktuku tak lama lagi. 


Aku tak bisa beraktivitas seperti orang-orang pada umumnya. Masa remajaku seakan habis di rumah sakit ini. Seandainya aku bisa meminta pada Tuhan, 

Tolong berikan aku waktu  dan membiarkan orang-orang di sekitarku bahagia saat aku tiada. 



Ayah terbangun dari tidurnya dan membuyarkan semua lamunanku. 

 *(Aam Nurhasanah)* 


Aku hanya bisa menatap kosong ruang yang serba putih.Kupandangi wajah lelah ayahku yang setiap saat harus menemaniku ketika rasa sakit itu datang.

Dalam hati aku berkata,"Maafkan aku ayah yang selalu merepotkanmu," tanpa terasa air mataku menetes.

Aku hanya bisa berharap semoga sakitku bisa semakin membaik. Andaipun aku harus pergi, aku ingin pergi dengan damai tanpa meninggalkan duka mendalam buat orang- orang yang mencintaiku.

Meski harus menahan sakit aku selalu berusaha  tersenyum, karena senyumku bisa sedikit menghiburku dan mengurangi rasa sakitku.

 *(Endang Giartiningrum)*


_"Mas Hendra ... Mas ..."_

Tiba-tiba terdengar suara memanggil ayah.

"Ayah, itu seperti suara tante Mira, _deh,"_ kataku pada ayah.

"Iya, betul. Ada apa dia pagi-pagi ke sini," jawab ayah bergegas keluar kamar.

Aku pun mengikuti ayah menyambut tante Mira.

"Mir, ada apa? Pagi-pagi masuk teriak-teriak segala," ujar ayah pada tante Mira yang kelihatannya tersengal-sengal seperti terburu-buru. Om Ardi yang berjalan di belakang tante Mira langsung duduk dengan muka agak _nekuk._

"Mas, Rayhan!" teriak tante Mira.

"Kenapa dengan Rayhan?" tanya ayah heran.

"Dia dibawa ke kantor polisi," jawab tante Mira sambil menatap wajah ayah dengan mata berkaca-kaca.

"Apa? Ini sudah kali ketiganya," jawab ayah sambil mengalihkan pandangan ke arah Om Ardi yang seakan _cuek._

*(Luluk Ernawati)*

"Reyhan ini memang terlalu, sudah berapa kali dia buat kekacauan seperti ini, memang seharusnya dia itu diberikan hukuman" kata Om Ardi ketus. Reyhan memang berkali-kali telah membuat masalah, tapi ini tidak menyurutkan cinta ku padanya, aku mau di akhir hidupku, masih ada seseorang yang mencintaiku sebagai kekasih yaitu Rayhan. Kupandangi wajah ayahku yang tampak sendu ketika mendengar  Rayhan kekasihku berurusan dengan polisi *(Inna Nivanti)*

Rayhan, lelaki yang sangat kucintai memang suka membuat masalah, Tante Mira sangat menyayanginya bahkan memanjakannya. Itu mungkin yang membuat dia agak ugal-ugalan, suka membuat masalah. Dalam kegelisahanku, antara menahan sakit dan berita tentang Rayhan, kembali bayangan ibuku mendatangiku, mengelusku lembut membuatku semakin merindukannya. Aku teringat ketika beliau bercerita bahwa aku sebenarnya mempunyai seorang saudara, kakak lelaki yang diasuh oleh saudara ayahku. Kakakku pastilah seperti ayahku, sabar, penyanyang dan tegas, bukan sosok seperti Rayhan yang suka membuat masalah. Namun demikian  aku tetap sangat mencintainya. "Ra..." Lembut suara ayah membuyarkan lamunanku. ( *Sunik Kartirahayu*)


Sore itu udara cukup dingin,  ayah membawa segelas teh hangat untukku. Kutatap wajah ayah yang kusam mungkin karena capek,  dalam keheningan aku menyela,


"Ayah...bolehkah aku mengatakan sesuatu," kupegang tangan ayah kutempelkan dipipiku. 


Tentu putriku,  katakanlah apa yang kau mau," jawab ayah sambil mengusap rambutku. 


"Maafkan Aira Yah... kalau selama ini aku menyembunyikan sesuatu dari ayah," ucapku sambil kuletakkan kepalaku di pangkuan ayah. 


"Ada apa putriku... katakanlah," ayah menatapku. 


"Aku mencintai Rayhan Yah..." tanpa terasa air mataku berderai membasahi kedua pipiku. 


"Apa?" ayah terperangah,  kaget bagai disambar petir. *(Lilik Nur Kh)*


Suara ayah terdengar hingga ruang tamu tempat Tante Mira dan Om Ardi duduk. Mereka bergegas bangkit dan menuju ke kamar tempatku dan ayah berada.


"Ada apa, mas?" tanya Tante Mira pada ayah.

"Aira baru saja mengatakan kalau berpacaran dengan Reyhan, Mir." Jawab ayah sembari mengusap keningnya.


Tanpa berpikir panjang, Tante Mira mendekat padaku.

"Betul yang ayahmu bilang, Ra?" Tanyanya lembut seraya mengelus rambutku.

"Iya tante, Aira sangat mencintai Reyhan." Jawabku memelas.


"Tidak boleh, ini tak boleh terjadi!" Teriak ayahku mengagetkan suasana yang tadinya sendu di kamarku.

"Mas, pelan dan Jangan emosi dulu." Ucap Tante Mira pada ayah berusaha menenangkan.


Tante Mira pun mendekapku. 

"Ra, ini memang tak boleh terjadi." "Kamu dan Reyhan adalah saudara kandung." "Memang ini semua kesalahan tante karena tak menceritakan semua ini dari awal" Tante Mira berusaha memberikan penjelasan padaku.


"Tidak, sekali Reyhan tetap Reyhan." Teriakku sambil kutatap wajaha semua orang yang ada di kamarku. 

Kepalaku terasa pening dan tiba-tiba...     

Pett....


*(Catur Rochman)*


Tiga hari aku opname di Rumah Sakit Central Medica di kotaku. Aku tak mau siapapun menjengukku, termasuk Rayhan. Ayah yang senantiasa mendampingiku dan merawatku selama aku sakit. Berkali-kali Rayhan ingin masuk ruangan. Tapi aku selalu menolak. 


Mataku sembab karena hampir setiap waktu menangis. Ayah sedih melihat kondisiku. 


Rayhan yang awalnya tidak mau menerima kenyataan akhirnya luluh juga hatinya. Ia lebih rasional. Kalaupun tidak bisa menjadi sepasang kekasih ia masih bisa menyayangiku sebagai adik kandungnya sendiri. Sedangkan aku masih belum bisa menerima kenyataan ini.


Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Ayah meminta izin keluar sebentar untuk makan malam. Ia lantas berbicara kepada salah satu perawat.


"Suster, saya pamit sebentar mau cari makan malam. Saya titip Aira ya!" Perintah ayah kepada salah satu perawat.


Begitu ayah berlalu, tiba-tiba Rayhan masuk ruangan. Sudah lama sepertinya ia menunggu kesempatan ini. Kesempatan untuk bertemu aku, kekasih hatinya yang kini adalah adiknya tercinta.


Begitu ia membuka pintu kamar perawatan, Rayhan langsung melihatku yang sedang duduk.


"Rayhan!" Teriakku kaget


Rayhan langsung berlari memelukku. Lama sekali. Aku ingin melepasnya tapi aku justru merasa lebih tenang dan nyaman.


Pelukannya hangat. Tangannya mengelus kepalaku berulang kali dengan lembut sambil berkata,


"Kenyataan ini sangat sulit bagi kita. Tapi kita harus menerimanya."


Kalimat demi kalimat penenang meluncur dari mulutnya. Air mataku terus mengalir dari balik punggungnya hingga baju belakangnya basah.


"Ayah tak mampu merawat kita berdua secara bersamaan karena ibu kita meninggal. Kebetulan Tante Mira tidak punya anak. Ia memilih mengasuhku dengan syarat menyembunyikan identitas. Ia ingin aku menganggapnya sebagai ibu kandungnya sendiri. Ia takut kalau aku tahu akan pergi nya." Jelasnya dengan lembut.


Seminggu berlalu. Rayhan setiap hari mengunjungiku. Kadang ia memijitku dan menyuapiku. Bahkan membacakan novel baru yang baru ia beli untuk menghiburku.


"Kata dokter, kamu mengalami perkembangan yang bagus. Nafsu makan membaik. Bahkan berat badanmu naik 1 kg. Rambutmu juga sudah tidak rontok lagi. Kamu tambah cantik sekarang" 


Manis sekali kata-kata itu. Aku melihat senyum bahagia itu terukir saat ia  menatap mataku. Tapi aku tahu itu hanya untuk menghiburku. Waktuku mungkin tidak lama lagi. Setiap malam aku masih merasakan sakit yang luar biasa di kepalaku.


Sungguh perhatiannya semakin membuat aku tak rela melepasnya. Hanya saja sepertinya kematian memang yang terbaik. Jika aku hidup maka aku tidak akan sanggup menerima kenyataan bahwa ia adalah anak pertama dari ayah dan almarhumah ibuku.


Baru kemarin aku mendapat kebahagiaan bahwa Rayhan mencintaiku. Ia adalah laki-laki pertama yang kucintai. Tapi, kenapa semua itu harus berakhir begitu cepat? Kenapa aku harus tahu kebenaran ini? 


Telah tiba saatnya rahasia besar terbongkar.     Harapanku untuk hidup bersama Rayhan, kandas. Kisah manis terpaksa harus aku akhiri. Ribuan kenangan harus aku telan.


Aku hanya diam di ruang serba putih ini. Ada amarah yang tak mampu terluapkan. Ada banyak impian yang tak bisa teraih. Juga banyak rencana yang hanya berujung wacana.


Berlinang air mata di pipiku. Belum pernah aku merasa sejatuh cinta ini pada seseorang. Namun, dalam waktu yang sama semua harus berakhir.


Bukan karena ada pihak ketiga. Bukan karena hilang kepercayaan. Bukan karena tidak saling mencintai lagi.


Justru harus dipaksa berakhir di waktu puncak cinta menggelora. Ibarat burung, aku sedang terbang tinggi lalu sayapku patah dan aku harus jatuh terjungkal.


Dalam kesedihan yang mendalam, tiba-tiba aku melihat cahaya. Cahaya yang sangat lembut. Cahaya yang membuat aku nyaman, melayang dan menjadi yang paling terang di atas langit.


Kini aku berada di bawah hamparan tanah dengan taburan bunga di atasnya. Aku berada tepat di sebelah ibu. Aku sudah tenang bersama ibu. Selamat tinggal dunia.


_"Hidup tak selamanya terasa manis, tapi tak selamanya pula terasa pahit. Jika takdir sudah berkata, maka tidak ada yang mampu mengubahnya Kembali. Seperti layaknya kertas yang telah menjadi abu. Dalam hidup pasti ada liku-liku yang menemani kita. Begitu pun dengan cinta. Setiap cinta pasti ada kelok-kelok yang ingin menghancurkannya. Tapi, hanya cinta sejati yang mampu menahannya, karena cinta sejati akan selalu menanti kita sampai kita kembali dalam dekapan-Nya."_



Tak menyangka, dari cerpen bergilir ini telah menghasilkan karya yang luar biasa. Cerpen ini berakhir tragis karena tokoh Aku (Aira) meninggal dunia dan tidak bisa bersama dengan lelaki yang dicintainya (Reyhan) karena mereka adalah saudara kandung. 


Para kontributor yang membuat cerpen ini merasa baper dan merasakan kesedihan yang luar biasa. Saya sampai memberi emoticon tangisan yang sangat banyak. 


Dengan diadakannya menulis estafet cerpen ini bertujuan  agar peserta terbiasa menyambungkan kalimat sebelumnya sehingga menjadi paragraf yang padu. 


Sangat tertantang sekali sebagai pendatang baru di Komunitas Aksara Bermakna. Semoga besok saya bisa menaklukkan tantangan yang lainnya. Amin.


#Day4NovAISEIWritingChallange




Challenge Resensi Buku “ Kisah Serdadu-serdadu Kecil”

  Sumber: www.wijayalabs.com Resensi Buku “ Kisah Serdadu-serdadu Kecil” Hai sobat Lage, hari ini saya mendapat kejutan buku karena suda...